Scroll untuk baca artikel
KEPRIOPINIPENDIDIKANTANJUNG PINANG

OPINI : Dilema Para Guru dan Solusi Permasalahan

×

OPINI : Dilema Para Guru dan Solusi Permasalahan

Sebarkan artikel ini
Dendy Lintang Pangestu, Mahasiswa STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang. (Foto : Ist)

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Malas Baca, Tekan Ini”]

OPINI : Dilema Para Guru dan Solusi Permasalahan
Oleh : Dendy Lintang Pangestu
Mahasiswa STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang

Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita
Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita

SIJORIKEPRI.COM — Saat Jepang lumpuh total diakibatkan hancurnya kota Nagasaki dan Hiroshima karena serangan bom atom pada perang dunia II, saat itu Jepang menyerah kepada sekutu lalu seorang kaisar yang bernama Hirohito mengumpulkan jendralnya yang masih hidup dan menanyakan kepada mereka. “Berapa jumlah guru yang tersisa”. Kalian pasti bertanya, kenapa hal yang pertama kali ditanyakan oleh kaisar itu adalah guru?. Dari situ dapat kita ketahui betapa pentingnya sebuah sosok guru yang jasa dan profesinya bisa dikatakan bagaikan pahlawan tanpa tanda jasa.

Sudah jelas didalam Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 yang berbunyi. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Bisa kita lihat sendiri bagaimana caranya profesionalnya para guru mengajar, membimbing dan melatih dengan tulusnya untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang dapat memberikan kontribusi yang luar biasa. Setiap orang pasti sependapat dengan saya, bahwa guru adalah sebuah unsur utama dalam proses pendidikan. Karena menurut pandangan saya, bahwa jika tidak ada guru, pendidikan tidak akan berjalan. guru merupakan suatu titik awal dari semua pendidikan yang luas dan menyeluruh.

Namun bagaimana dengan nasib guru yang ada di Indonesia negara kita tercinta ini? Ironis, itu yang dapat saya katakan, dalam pandangan saya sungguh sangat disayangkan karena profesi guru masih belum terlalu mendapatkan posisi yang “layaknya” ditempati. terlihat sangat jelas bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih kurang tingkat kesadarannya tentang betapa pentingnya bentuk apresiasi yang ditujukan kepada guru. Bahkan banyak dari kita yang memandang sebelah mata dengan profesi guru dengan alasan gaji yang tak sebanding dengan waktu kerjanya dan juga profesi guru yang kurang dihargai. Padahal, banyak guru-guru yang berjuang walau hanya digaji Rp.300.000.- perbulan dan tanpa fasilitas yang memadai demi melahirkan para generasi penerus bangsa Indonesia hingga saat ini. Dan masih banyak diantara kita tetap memandang profesi guru sebelah mata, ironis.

Tetapi baru-baru ini. Dunia pendidikan di tanah air kita mendadak heboh. Bagaimana bisa tidak. Dikarenakan mulai banyaknya kasus yang memberatkan para guru, maka timbullah pertanyaan tentang apakah sistem pendidikan kita sudah baik dan benar atau ada hal lain yang membebankan para guru di tanah air tercinta kita ini? karena di era disrupsi ini, cobaan-cobaan yang dihadapi oleh para guru terlihat semakin lebih berat. Mulai dari nasib guru honorer yang hanya menerima gaji guru sebesar Rp.300.000 perbulan seperti guru honorer di Kota Malang yang bernama mega saat menyampaikan curhatannya dengan presiden RI Joko Widodo. Lalu ada juga kasus mengenai guru yang dipenjara hanya karena ingin menerapkan bentuk disiplin kepada murid-muridnya. Ada apa dengan sistem pendidikan di tanah air kita ini?

Sebagai contoh, Masih ingatkah Anda para murid yang sekolah pada era 90’an ketika kita dihukum karena kita melakukan sebuah kesalahan? Dijewer telinganya, dipukul pakai penggaris, dan disuruh berdiri di depan kelas karena tidak mengerjakan PR sebagai bentuk disiplinitas seorang murid. Namun kini sudah banyak kita lihat kasus-kasus guru yang dilaporkan oleh muridnya ke polisi hanya karena hal sepele seperti seorang guru bernama Nurmayani. Guru biologi SMPN 1 Bantaeng, Sulawesi Selatan yang di penjara karena mencubit murid didiknya, padahal ketegasan dari seorang guru itu pastinya didasari oleh alasan yang kuat dari seorang guru tersebut

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 14 sudah dijelaskan mengenai hak dan kewajiban seorang guru untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual, memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas. Lalu, apakah masih berlaku undang-undang nomor 14 tahun 2005 pasal 14 itu?

Dan sekarang sedang timbul permasalahan baru mengenai guru SMA/SMK Se-Kepri yang ikut melakukan aksi damai di kantor Gubernur pada hari senin 11 Maret 2019. Kedatangan mereka untuk meminta kejelasan mengenai dana sertifikasi triwulan IV tahun 2018, serta dana tunjangan gaji 13 dan 14 tahun 2018, yang menjadi hak mereka akan dibayarkan Pemerintah Provinsi Kepri. Namun buntutnya, 12 orang guru SMAN 1 Kota Batam yang ikut dalam aksi itu kini telah diberi sanksi oleh Kepala Disdik Provinsi Kepulauan Riau Muhammad Dali, hanya karena ingin memperjuangkan hak-haknya sebagai guru. Padahal, baik Gubernur dan Wagub Provinsi Kepri sudah meminta kepada Dali untuk tidak memberikan sanksi kepada guru, yang ikut dalam aksi tersebut. dan sekali lagi apakah masih berlaku undang-undang Nomor 14 ayat 1 itu.
 
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya agar terus meningkatkan kualitas pendidikan disuatu daerah. Program sertifikasi mungkin adalah jawaban atas segala permasalahan keuangan yang seringkali menjadi suatu alasan terhadap rendahnya kinerja guru. Namun sayangnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang diajar oleh guru bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa program sertifikasi guru tersebut tidak memiliki pengaruh yang pasti terhadap peningkatan kualitas pendidikan berdasarkan hasil dari belajar siswa.

Keadaan ini pastinya memandang pada benang awalnya yang melihat bahwa berbagai upaya apapun yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatakan kualitas pendidikan tidak akan terlalu berdampak apapun tanpa adanya bentuk kemamuan diri para guru-guru sebagai penggerak dari roda pendidikan itu sendiri, untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan adanya kemamuan belajar yang mandiri dapat menjadi pilihan pengembangan kepribadian bagi para guru.

Solusi jangka pendek yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Grobogan adalah memberikan kepada gaji guru honorer yang bersumber dari dana APBD. Namun harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah yang teralokasikan melalui APBD. Pemerintah Kabupaten Grobogan harus menyusun perencanaan kegiatan mana yang mendesak untuk dilakukan dan kegiatan yang belum mendesak untuk dilakukan. Bagi kegiatan yang belum mendesak dapat ditunda terlebih dahulu pelaksanaannya sehingga memberikan ruang bagi kegiatan dan program yang mendesak untuk dilakukan.***

Share and Enjoy !

Shares
Shares