[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”Malas Baca, Tekan Ini”]
Di Kepri, Hanya Natuna Diberi Wewenang “CETAK KARTU KIA”
– Dari 50 Kabupaten/Kota Se-Indonesia.
SIJORIKEPRI.COM, NATUNA — Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Natuna terus menggelar sosialisasi pencatatan sipil tentang cakupan kepemilikan akte kelahiran. Kali ini sosialisasi digelar di Aula Natuna Hotel – Ranai Darat, Selasa, (30/10/2018).
Dalam kesempatan ini, Bupati Natuna, melalui Asisten II Hardinansyah S.E, dalam sambutannya menyampaikan, Pemerintah Daerah maupun Pusat berkewajiban untuk menyelenggarakan administrasi kependudukan.
Dikatakannya, Penyelenggaraan tertib administrasi kependudukan pada dasarnya untuk memenuhi hak-hak seseorang tanpa ada unsur diskriminasi dalam kegiatan pendaftaran kependudukan untuk registrasi biodata masyarakat.
Dalam sosialisasi ini, Hardinansyah, memaparkan pentingnya akta kelahiran yang berfungsi sebagai bukti hubungan antara anak dengan orang tuanya secara hukum.
“Bukti awal kewarganegaraan serta menjadi identitas diri pertama yang dimiliki sang anak. Selain itu akta kelahiran juga digunakan sebagai syarat dalam pembuatan dokumen kependudukan lainnya,” terangnya.
“Pada hakikatnya penyelenggaraan administrasi kependudukan, seperti KK, KTP, merupakan momentum penting bagi memantapkan sistem administrasi kependudukan yang lebih baik,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kadisdukcapil Natuna, Ilham Kauli, mengatakan, pentingnya peningkatan kepemilikan akte lahir 0-18 Tahun.
Berbagai gebrakan pun dilakukan secara door to door, namun dirinya menganggap itu belum cukup. Sekitar 10.000 lebih Kartu KIA (Kartu Identitas Anak) sudah dicetak. Penerbitan Kartu ini, hanya 50 Kabupaten/Kota yang diberi wewenang mencetak di seluruh Indonesia. Bahkan untuk Kepri hanya Natuna dapat wewenang.
Dikatakannya, sebagai hak dasar warga Negara, setiap anak mulai dari 0-18 tahun diwajibkan memiliki identitas diri .
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Pasal 27 ayat 1 dan 2 disebutkan, setiap anak harus diberikan identitas kelahirannya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
Jika dulu anak lahir tanpa ada surat nikah resmi, tidak boleh mencantumkan nama ayah melainkan nama Ibu. Adanya perubahan Permendagri No. 9 Tahun 2016, tentang Percepatan Peningkatan Cakupan Kepemilikan Akta Kelahiran pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bagi Masyarakat, Nikah di bawah tahun 1974, maka penerbitan akta anaknya dapat dicantumkan nama ayahnya, dengan ketentuan mencantumkan surat pertanggungjawaban orang tuanya. Dengan demikian anak mendapatkan haknya.
Sekarang ini, tidak perlu lagi melalui proses keputusan pengadilan, cukup ketetapan dari Kepala Disdukcapil, dan penerbitan akta kelahiran bisa dilakukan berdasarkan domisili.
Diharapkan dengan sosialisasi ini, setiap anak yang lahir dari pernikahan secara sah di mata agama (nikah siri) namun tak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA), Disduk dapat melayani dengan memasukkan nama anak dalam KK.
Tanpa kepemilikan akta kelahiran, akan berdampak negatif terhadap keberlangsungan hidup anak di kemudian harinya, misalnya dalam pelayanan pendidikan dan kesehatan. (nard/tim)