KEPRI

Disbud Kepri Terima Empat Sertifikat

×

Disbud Kepri Terima Empat Sertifikat

Share this article

– Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2014

Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita
Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita

TANJUNGPINANG (SK) — Pemerintah Provinsi Kepri melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri menerima empat sertifikat Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia Tahun 2014. Sertifikat Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2014 tersebut diserahkan oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri yang diterima oleh Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri yang diwakilkan dengan Kepala Seksi Pengkajian dan Pengembangan Kebudayaan Kepri Drs Syahrial Desa Putra, bertempat di Gedung Sanken Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat No.12 Jakarta Pusat, Jumat (17/10).

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri Drs H Arifin Nasir M.Si menerangkan, yang termasuk dalam katagori WBTB sesuai dengan Konvensi UNISCO 2003 meliputi tradisi dan ekspresi lisan, termasuk bahasa sebagai wahana Warisan Budaya Takbenda, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, serta kemahiran kerajinan tradisional.

“Pada tahun ini kita menerima empat sertifikat Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2014, antara lain sertifikat Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kesenian Gubang (Katagori Seni Tradisi), sertifikat WBTB Gendang Siantan (Katagori Seni Tradisi), WBTB Indonesia Pantun Melayu (Katagori Tradisi Lisan) dan WBTB Indonesia Mendu, milik bersama Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat (Katagori Seni Tradisi),” ujar Arifin.

BACA JUGA :  ASTAKA STQ Natuna “RATA DENGAN TANAH”

Dijelaskan Arifin, WBTB Indonesia Kesenian Gubang adalah seni tari dan musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat pulau Jemaja Kabupaten Anambas. Kesenian gubang mula berkembang di Dusun Bayur dan Dusun air Kenanga yang terletak diujung Desa Mapuk Kecamatan Jemaja.

“Kesenian gubang pada awalnya ditujukan sebagai sarana pengobatan dan tolak bala,” jelas Arifin.

Orang Melayu Jemaja tempo dulu percaya, bahwa dengan melaksanakan pementasan Gubang, mahkluk halus tidak akan mengganggu masyarakat, karena mereka asyik mengikuti kesenian Gubang. Seiring dengan perkembangan masyarakat Gubang kemudian ditampilkan pula pada acara nikah kawin, kenduri khitanan atau hari-hari besar lainnya.

Untuk sertifikat WBTB Indonesia lainnya adalah Gendang Siantan. Gendang Siantan merupakan seni musik dan tari yang berasal dari kreatifitas orang-orang Melayu Siantan Anambas. Kesenian Gendang siantan diperkirakan telah ada sejak abad ke 13.

“Kesenian ini pada mulanya dimainkan untuk menyambut kedatangan tamu yang dihormati. Alat musik yang digunakan pada masa awal kemunculan gendang siantan adalah dua buah gendang panjang dan sebuah gong,” terang Arifin.

BACA JUGA :  Usai Dilantik, Juramadi Langsung Gelar Silaturahmi dan Bincang Budaya

Sedangkan WBTB Indonesia Pantun Melayu untuk Katagori Tradisi Lisan, kata Arifin, dalam masyarakat Kepulauan Riau, pantun telah menjadi pandangan hidup yang piawai. Pada masa dahulu, pantun menjadi bahasa sehari-hari. Melalui pantun orang Melayu Kepulauan Riau mengisi seluruh medan kehidupan, sehingga dikenal beberapa pantun, seperti pantun jenaka, pantun berkasih-sayang, pantun nasehat, bahkan sampai pada pantun agama. Sejak kanak-kanak masyarakat Melayu Kepulauan Riau mengenal pantun, sampai remaja dan dewasa, yang termaktup dalam pantun anak-anak, pantun remaja dan pantun dewasa.

“Pantun sebagai karangan terikat pada aturan persajakan tertentu, pantun memiliki kekhasan. Ia terdiri dari sampiran dan isi. Sampiran berperan sebagai pembayang bagi maksud yang ingin disampaikan, sedangkan isi berperan sebagai makna atau gagasan yang ingin dinyatakan, Walaupun pada umumnya pantun terdiri dari empat baris dengan pola sajak (a b a b) atau (a a a a), tidak jarang terdiri dari enam atau delapan baris,” ungkap Arifin.

BACA JUGA :  Disbud Kepri Gelar Rapat Pembentukan Tim Koordinasi

Dijelaskan Arifin, Pantun delapan baris disebut talibun. Pada pantun empat baris, dua baris awal merupakan sampiran, sedang dua baris akhir merupakan isi. Dalam sampiran biasanya yang dinyatakan ialah gambaran alam atau lingkungan kehidupan masyarakat Melayu termasuk adat istiadat, sistem kepercayaan dan pandangan hidupnya.

“Melalui pantun orang Melayu Kepulauan Riau memberi arah, petunjuk, tuntunan dan bimbingan. Berbagai pengalaman disampaikan melalui pantun. Bahasa yang bermuatan perlambangan dan kiasan (metaforik) merupakan ciri khas orang Melayu,” kata Arifin.

Untuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia Kesenian Mendu, merupakan milik bersama Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat.

“Mendu merupakan kesenian rakyat sejenis teater tradisional yang berisi satu hikayat dewa mendu,” ujar Arifin.

Hikayat ini, lanjut Arifin, tidak menyinggung kehidupan sehari-hari masyarakat secara langsung. Salah satu bagian yang khas dalam pertunjukan Mendu adalah berladon, yaitu nyanyian yang berisi pantun-pantun yang disampaikan dari satu pemain ke pemain lain saling berbalasan. Pantun yang dilagukan sambil menari ini menjadi bagian yang menarik, karena kelucuan ataupun sindiran-sindirannya. (SK-001)