HEADLINEHUKRIMTANJUNG PINANG

Duh! Kasus Jual Beli Tanah Rp18 Miliar di Tanjung Pinang, Saksi Heri Antarkan Uang Tanpa Bukti, Kok Bisa?

×

Duh! Kasus Jual Beli Tanah Rp18 Miliar di Tanjung Pinang, Saksi Heri Antarkan Uang Tanpa Bukti, Kok Bisa?

Sebarkan artikel ini
Sidang gugatan perdata terkait jual beli tanah senilai Rp18 miliar di Jalan Rawasari, Tanjung Pinang Timur. (Foto : Dok)

TANJUNG PINANG – Sidang gugatan perdata terkait jual beli tanah senilai Rp18 miliar di Jalan Rawasari, Tanjung Pinang Timur, kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, Rabu (18/12/2024).

Kasus ini mempertemukan Arbain sebagai Penggugat melawan Hai Seng sebagai Tergugat, serta Hendy Bakry Agustino SE SH M.Kn, Notaris dan PPAT, sebagai Turut Tergugat.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Dalam sidang tersebut, pihak Tergugat menghadirkan dua saksi, yaitu Heri, yang mengaku mengantarkan uang senilai miliaran rupiah kepada Hai Seng, dan Titik Sundari, Ketua RT setempat, yang mengetahui latar belakang persoalan sengketa tanah tersebut.

Pengakuan Saksi Heri: Kirim Uang Tanpa Bukti

Heri, yang bekerja di PT Mulya Multi Remed (perusahaan penukaran uang), memberikan kesaksian bahwa ia disuruh oleh bosnya, Roby, untuk mengantarkan uang dalam bentuk mata uang Dolar Singapura kepada Hai Seng di kantor Notaris di Batu 3, Tanjung Pinang.

“Saya disuruh bos untuk mengantarkan uang ke kantor Notaris di Batu 3. Uang itu langsung saya serahkan ke orang yang dituju setelah mendapat izin dari petugas kantor,” ujar Heri, dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Irwan Munir, SH, MH.

Namun, ketika hakim menanyakan bukti berupa dokumen, foto, atau saksi lain yang menguatkan pernyataannya, Heri mengaku tidak memilikinya.

“Tidak ada bukti, Yang Mulia,” ujar Heri, yang juga menyatakan tidak mengenal Arbain maupun Hai Seng secara langsung. Ia mengungkapkan bahwa ia hanya menerima perintah dari atasannya tanpa mengetahui tujuan dari pengantaran uang tersebut.

Lebih lanjut, Heri mengaku bahwa ia dihubungi oleh Hai Seng sekitar dua minggu lalu untuk hadir sebagai saksi dalam sidang ini.

Saksi lainnya, Titik Sundari, Ketua RT di kawasan tersebut, mengungkapkan bahwa pada masa lalu sempat ada rencana perbaikan jalan di depan pabrik busana yang menjadi objek sengketa. Namun, ia mendapat informasi bahwa tanah dan bangunan tersebut sudah dijual kepada Hai Seng.

“Saya tidak tahu detail transaksinya, apakah lunas atau belum. Informasi itu saya dapat saat ingin meminta izin ke pemilik lahan untuk perbaikan jalan,” ujar Titik.

Arbain mengklaim bahwa ia adalah pemilik sah atas 10 bidang tanah seluas 2,46 hektare, termasuk pabrik busana di atasnya. Dalam perjanjian jual beli yang tertuang pada Akta Nomor 15 tertanggal 6 Mei 2019, disebutkan bahwa transaksi dilakukan dengan Hai Seng.

Namun, Arbain menuduh Hai Seng dan Hendy Bakry Agustino (Notaris) melakukan wanprestasi dengan tidak menyelesaikan sisa pembayaran sebesar Rp9.324.035.000.

Penggugat juga menuntut denda keterlambatan selama lima tahun senilai Rp2.331.008.750, serta penggantian kerugian barang di dalam pabrik sebesar Rp2.018.900.000.

Total kerugian yang diklaim oleh Arbain mencapai Rp13,6 miliar.

Penggugat meminta Majelis Hakim menyatakan perjanjian jual beli sah dan mengikat. Selain itu, ia meminta Tergugat dan Turut Tergugat dihukum untuk membayar seluruh kerugian secara tunai.

Sidang ini masih akan berlanjut dengan pemeriksaan saksi dan bukti lainnya. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan nilai transaksi yang sangat besar dan dugaan kelalaian dalam pelaksanaan perjanjian. ***

banner 200x200
Follow