TANJUNG PINANG — Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Pinang menuntut terdakwa E-Mery dengan hukuman ringan, yakni 5 bulan penjara, atas kasus penjualan dan distribusi sediaan farmasi ilegal. Tuntutan ini disampaikan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, pada Kamis (12/12/2024).
JPU Desta Garindra Rahmadianawati menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar Pasal 142 jo. Pasal 91 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, sebagaimana diubah melalui Pasal 64 angka 21 jo. Pasal 64 angka 13 Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Atas perbuatannya, kami meminta Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara selama 5 bulan kepada terdakwa,” ujar Desta.
Kasus dan Barang Bukti
E-Mery ditangkap oleh Loka Pengawas Obat dan Makanan (POM) Tanjung Pinang karena menjual produk pangan dan farmasi impor tanpa izin edar di tokonya di Jalan Raja Haji Fisabilillah, Batu 8, Perumahan Pinang Mas Residence.
Barang bukti yang disita meliputi 241 jenis produk ilegal senilai total Rp680.231.795, di antaranya:
- Obat Tanpa Izin Edar (TIE): 29 item, 171 pcs senilai Rp101.909.500.
- Obat Bahan Alam TIE: 1 item, 96 pcs senilai Rp21.888.000.
- Obat Kuasi TIE: 2 item, 19 pcs senilai Rp1.861.000.
- Suplemen Kesehatan TIE: 46 item, 693 pcs senilai Rp189.289.705.
- Kosmetik TIE: 71 item, 533 pcs senilai Rp198.505.790.
- Pangan Olahan TIE: 241 item, 3.174 pcs senilai Rp168.638.800.
Selain produk ilegal, penyidik juga menyita dokumen transaksi, resi pengiriman, dan profil toko terdakwa sebagai barang bukti tambahan.
Tuntutan JPU Jauh Lebih Ringan dari Ancaman Maksimal
Ancaman hukuman maksimal untuk Pasal 142 UU Pangan adalah 2 tahun penjara atau denda hingga Rp4 miliar. Namun, JPU hanya menuntut hukuman 5 bulan penjara.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Tanjung Pinang, Martahan Napitupulu, menjelaskan bahwa tuntutan ini telah disesuaikan dengan fakta persidangan.
“Tuntutan disusun berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, termasuk hal yang memberatkan maupun meringankan terdakwa,” ujarnya.
Namun, Martahan enggan menjelaskan lebih rinci alasan meringankan atau detail rencana tuntutan (rentut) yang disetujui oleh pihak Kejaksaan.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Boy Syailendra akan dilanjutkan pada Selasa, 17 Desember 2024, dengan agenda pembacaan putusan.
Tuntutan ringan terhadap E-Mery memicu berbagai tanggapan di masyarakat. Beberapa pihak menilai hukuman tersebut tidak mencerminkan besarnya dampak dari distribusi produk ilegal terhadap kesehatan masyarakat.
Dengan nilai barang bukti yang mencapai ratusan juta rupiah, masyarakat berharap putusan hakim nantinya memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan serupa. ***