JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanfaatkan akuntan forensik internal untuk menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
Langkah ini dipertimbangkan karena hingga saat ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) belum melaksanakan tugasnya menghitung kerugian negara.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan opsi tersebut dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (3/1/2025).
“Jika BPKP belum dapat menjalankan tugasnya, KPK memiliki opsi untuk menggunakan akuntan forensik internal guna melakukan penghitungan kerugian negara. Hal ini dapat menjadi alternatif yang dipertimbangkan,” ujar Tessa.
Tessa menjelaskan bahwa lambatnya penghitungan kerugian negara oleh BPKP berdampak pada proses hukum, termasuk penahanan para tersangka.
“Saat ini, informasi yang kami peroleh dari penyidik menunjukkan belum ada surat tugas dari BPKP untuk menghitung kerugian negara,” tegas Tessa.
Ia menambahkan bahwa walaupun audiensi telah dilakukan antara KPK dan BPKP, hasilnya belum membuahkan surat tugas resmi.
Audiensi yang dimaksud Tessa sebelumnya juga disampaikan oleh Alexander Marwata saat masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Ia bersama pimpinan lain bertemu pihak BPKP untuk mendesak percepatan penghitungan kerugian negara agar proses hukum terhadap tersangka dapat segera dilakukan.
Pemanfaatan akuntan forensik internal KPK menunjukkan fleksibilitas institusi dalam menyelesaikan hambatan dalam proses hukum.
“Kemungkinan ini akan diputuskan oleh penyidik. KPK memiliki sumber daya akuntan forensik yang mampu melakukan penghitungan secara independen dan profesional,” tambah Tessa.
KPK berharap upaya ini dapat mempercepat pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan perusahaan pelat merah, sekaligus menegaskan komitmen lembaga dalam memberantas tindak pidana korupsi tanpa hambatan prosedural.
Dengan langkah ini, KPK diharapkan dapat segera menyelesaikan penghitungan kerugian negara, mempercepat proses penahanan, dan memberikan kepastian hukum dalam kasus yang tengah ditangani. ***