TANJUNG PINANG – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Pinang menahan Elfin Yudista, mantan Direktur Utama (Dirut) PD BPR Bestari Tanjung Pinang, pada Jumat (20/12/2024).
Penahanan ini merupakan tindak lanjut dari kasus korupsi penyalahgunaan dana nasabah yang sebelumnya menyeret Arif Firmansyah, mantan PE Operasional PD BPR, dengan kerugian negara sebesar Rp5,9 miliar. Berikut adalah kronologi penahanan Elfin Yudista:
Pengembangan Kasus Terpidana Arif Firmansyah
Kasus ini bermula dari penyidikan terhadap Arif Firmansyah, yang telah divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana deposito nasabah PD BPR Bestari.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Arif mencairkan dana nasabah tanpa sepengetahuan dan persetujuan mereka, termasuk dana milik Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, Siti Hajar Siregar SH MH sebesar Rp4 miliar.
Dana yang disalahgunakan oleh Arif diketahui digunakan untuk bermain judi online dan kebutuhan pribadinya.
Atas tindakannya, Arif dihukum 13 tahun penjara, didenda Rp400 juta subsidair 3 bulan kurungan, dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp5,7 miliar.
Peran Elfin Yudista dalam Kasus Korupsi
Penyidikan lebih lanjut mengungkap keterlibatan Elfin Yudista, yang pada tahun 2023 menjabat sebagai Dirut PD BPR Bestari.
Ia diduga memberikan otorisasi kepada Arif untuk mencairkan dana deposito nasabah, sehingga ikut bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp5,9 miliar.
“Penahanan tersangka EY ini merupakan pengembangan kasus terpidana Arif Firmansyah. Tersangka diduga berperan aktif dalam memberikan otorisasi pencairan dana,” ungkap Kasi Pidsus Kejari Tanjung Pinang, Roy Huffington Harahap SH MH, didampingi Plt Kajari Tanjung Pinang, Atik Rusmiaty Ambarsari SH MH pada saat konferensi pers.
Setelah menjalani pemeriksaan, ia resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Tanjung Pinang. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
“Tersangka EY kami tahan berdasarkan bukti-bukti kuat yang menunjukkan keterlibatannya dalam kasus ini,” jelas Roy.
Elfin dijerat Pasal 55 KUHP tentang perbuatan pidana yang dilakukan bersama-sama, serta Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Penyidikan kasus ini masih berlanjut. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru jika ditemukan bukti yang cukup,” tambah Roy.
Kasus ini mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan daerah. Salah satu nasabah yang dirugikan adalah Siti Hajar Siregar, seorang hakim, yang mengalami kerugian Rp4 miliar dari total dana Rp5,9 miliar yang disalahgunakan.
Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan dana nasabah, serta peringatan akan pentingnya pengawasan ketat terhadap aktivitas keuangan di lembaga perbankan daerah. ***