JAKARTA – Lembaga Investigasi Anggaran Publik (LINAP) melaporkan terkait hibah dua unit kapal pelayaran rakyat (Pelra) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan merek KM Banawa Nusantara ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Laporan terkait potensi merugikan keuangan negara itu diantar langsung ke Kejagung RI di Jakarta Selatan, oleh Ketua Umum DPP LSM LINAP, Baskoro, beserta Sekjen DPP LSM LINAP, Aji Rusmansyah, pada Rabu 4 September 2024.
“Kami sudah bersurat secara resmi dua kali mempertanyakan terkait kapal hibah ke Pemerintah Kota Tanjung Pinang yang ditujukan kepada Wali Kota, Sekretaris Kota, Dinas Pariwisata, dan BPKAD. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban, sehingga kami secara resmi melaporkan ke Kejagung RI untuk dilakukan pemeriksaan,” ungkap Baskoro, Ketua Umum LSM Linap, Kamis 5 September 2024.
Dikatakan, laporan ke Kejagung RI itu, berdasarkan data yang diperoleh di Kepri khususnya di Pemerintah Kota Tanjung Pinang terkait adanya temuan data sebagai berikut :
Bahwa pada Mei tahun 2020 Pemerintah Kota Tanjung Pinang menerima hibah 2 (dua) unit kapal Pelayaran Rakyat (PELRA) dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, KM Banawa Nusantara;
Hibah tersebut tujuannya untuk membantu Pemerintah Kota Tanjung Pinang dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik untuk angkut orang dan barang, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sesuai data, bahwa dua unit Kapal tersebut telah dicatat sebagai aset Barang Milik – Daerah Pemerintah Kota Tanjung Pinang teregister dengan nama barang kapal passenger (kapal penumpang) dengan harga Rp2,354 miliar dan Rp2,335 miliar,” paparnya
Namun demikian, dari analisa dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, diduga sejak diterima hibah kapal tersebut pada tahun 2020 hingga sekarang, Pemerintah Kota Tanjung Pinang tidak mengelola dan memanfaatkan 2 (dua) unit kapal tersebut sesuai dengan tujuan diberikannya oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.
Bahwa tidak dikelola dan dimanfaatkannya 2 (dua) unit kapal tersebut dikarenakan pejabat Pemerintah Kota Tanjung Pinang yang bertanggungjawab tidak melaksanakan fungsinya seperti Wali Kota Tanjung Pinang selaku pimpinan tertinggi tidak memberikan arahan yang jelas tentang langkah-langkah untuk operasional kapal tersebut.