LINGGA (SK) — Perayaan Imlek (Tahun Baru Cina) yang jatuh pada 8 februari 2016 (hari ini), namun, telah dirasakan oleh warga keturunan Tionghoa di Kota Dabo Singkep, sejak satu Minggu yang lalu, hal ini dapat dilihat dari banyak lampion yang terpasang disejumlah jalan-jalan pasar, serta rumah-rumah warga keturunan Tionghoa, khsusnya di Dabo Singkep.
Perayaan Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke 1 penanggalan kalender China, yang menggabungkan perhitungan Matahari, Bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur.
Selain itu, Imlek merupakan perayaan terpenting bagi warga keturunan Tionghoa, Perayaan tahun baru ini, dimulai di hari pertama Bulan Pertama (yang dalam bahasa Tionghoa, pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan diakhiri dengan Cap Go Meh, yakni, di tanggal kelima belas (pada saat Bulan Purnama), jadi malam tahun baru imlek adalah malam pergantian tahun.
Chen Young Chang, mantan ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), ketika ditemui di kediamannya, menuturkan, perayaan imlek itu sendiri bagi warga Tionghoa merupakan, pergantian tahun, dimana dahulu kala dikarenakan mensyukuri perubahan musim dingin yang sangat menyakitkan ke musim semi yang bertabur rezki bagi masyarakat daratan China, yang kebanyakan berprofesi sebagai petani saat itu.
“Dahulu para leluhur sangat bergembira bila menyambut datangnya musim semi, yang ditandai dengan pergantian tahun,” ujar pria yang juga akrab disapa Pak ayun ini, Minggu (7/2/2016) pagi.
Perayaan imlek, Bagi warga Tionghoa yang berada di luar Negara China, kata Ayun, adalah suatu bentuk peringatan dan penerusan budaya bagi kaum muda, agar terus mengingat kebudayaan tersebut dan tidak melupakannya, Untuk itu, beragam kegiatan yang dilakukan warga Tionghoa dalam menyambut Imlek ini, selain itu, perayaan Imlek tersebut memiliki makna yang dialami oleh para leluruh dahulu kala.
“Kue keranjang itu dahulu dibuat untuk menahan lapar masyarakat saat musim dingin yang sangat parah,” papar Pria yang pernah menjabat tiga priode sebagai ketua PSMTI Kabupaten Lingga ini.
Pada malam sebelum jatuh pergantian tahun, lanjut Ayun, biasanya seluruh keluarga Tionghoa mengadakan makan bersama sebagai bentuk membagi berkah dalam satu tahun, yang juga disebut Tuan Yuan Fan, sejumlah menu hidangan perjamuan makan tersebut selalu tersedia ikan, yang dalam bahasa mandarin di sebut YI, yang dapat diartikan sebagai kelebihan, mereka berharap mendapat kelebihan di tahun yang akan datang.
“Namun, ada juga beberapa suku tidak memakan hidangan ikan tersebut, hanya sebagai pajangan saja,” ungkapnya.
Pada perayaan Imlek ini, ucap Ayun lagi, biasanya sanak keluarga yang merantau akan kembali pulang dan makan bersama keluarga, dengan memanjatkan harapan kebaikan di tahun-tahun mendatang. Sebelum makan bersama, warga Tionghoa melakukan ritual sembahyang di Vihara dan Kelenteng untuk memanjatkan doa kepada leluhur dan mengingat perjuangan mereka.
Sedangkan kegiatan pada hari pertama Imlek atau disebut chu yi, di Dabo Singkep biasanya barongsai akan mendatangi seluruh rumah warga Tionghoa, dengan tujuan mengusir seluruh aura negatif.
“Kalau di Batam, barongsai biasanya dipanggil dulu baru mereka datang, kalau di Dabo Singkep, barongsai memang mendatangi rumah-rumah warga Tionghoa yang merayakan Imlek,” kata Ayun.
Pada hari pertama Imlek itu diisi dengan kegiatan saling bersilaturahmi antar sesama warga Tionghoa, sambung Ayun, namun, untuk Dabo Singkep yang nilai kekeluargaannya sangat tinggi, masyarakat yang bukan warga Tionghoa juga turut berkunjung memeriahkan Imlek.
Seluruh aktifitas Imlek ini akan berakhir pada hari ke 15 yang disebut Cap Gomeh, saat itu, seluruh masyarakat Tionghoa memanjatkan segala macam harapan untuk di tahun yang akan datang dengan berdo’a.
“Ada yang minta jodoh, rejeki dan apa saja yang mereka inginkan pada tahun itu,” imbuhnya. (SK-Pus)