TANJUNG PINANG – Sidang perkara penipuan dan penggelapan yang melibatkan terdakwa Maulana Rifai alias Uul, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Rabu (08/01/2025).
Kasus ini menarik perhatian publik karena menyangkut hubungan keluarga dan dugaan penggelapan lahan seluas 8 hektar di Kampung Jeropet, Kawal, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Uul, yang merupakan anak angkat dari Hj. Ciah Sutarsih dan H. Ramli (alm), didakwa menjual tanah milik orang tua angkatnya tanpa persetujuan keluarga.
Fakta Terungkap dalam Sidang
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bintan menghadirkan empat saksi dalam persidangan ini, yaitu tiga ahli waris sah—Risnawati alias Iis, Ratna, dan Rini—serta Tiwan, pembeli tanah tersebut.
Saksi Tiwan mengungkapkan bahwa ia membeli lahan dari terdakwa pada tahun 2017 seharga Rp170 juta, meski awalnya ditawarkan Rp240 juta.
“Awalnya saya tidak berminat, tetapi Uul meyakinkan saya dengan membawa dokumen kepemilikan lahan. Uang muka sebesar Rp60 juta saya titipkan kepada terdakwa,” jelas Tiwan.
Namun, saksi mengaku tidak mengetahui bahwa tanah tersebut dijual tanpa izin dari pemilik asli atau ahli warisnya.
Risnawati, salah satu ahli waris, menyampaikan rasa kecewa mendalam terhadap tindakan terdakwa.
“Kami memperlakukan Uul seperti saudara kandung, tetapi dia malah menjual tanah keluarga tanpa sepengetahuan kami. Tindakan ini sangat menyakitkan,” ujar Iis dengan nada emosional.
Menurut Iis, keluarga mengetahui penjualan tersebut pada tahun 2019 dan melaporkan kasusnya pada 2022 setelah menemukan bukti kuat.
Berdasarkan dakwaan, terdakwa mengubah dokumen kepemilikan lahan untuk memperlancar transaksi. Dokumen awal berupa Surat G7 diubah menjadi Sporadik atas nama Hj. Ciah Sutarsih.
Terdakwa kemudian membuat Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT) untuk meyakinkan pembeli.
Proses penjualan ini sepenuhnya dilakukan tanpa sepengetahuan Hj. Ciah Sutarsih dan keluarga.
JPU mendakwa terdakwa dengan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Jika terbukti bersalah, terdakwa terancam hukuman maksimal empat tahun penjara.
Sidang yang dipimpin oleh hakim Boy Syailendra SH bersama dua hakim anggota akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut konflik keluarga, kepercayaan, dan kerugian finansial yang besar.
Ahli waris berharap proses hukum dapat membawa keadilan bagi keluarga dan mengembalikan hak mereka atas lahan yang disengketakan. ***