BATAM – Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi 1 DPRD Kota Batam yang membahas penggusuran dan pembebasan lahan di Teluk Bakau RW 09, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa, berlangsung panas dan nyaris ricuh pada Selasa (17/12/2024).
Rapat dimulai pukul 14.00 WIB, namun ketegangan sempat memuncak ketika terjadi adu mulut antara peserta rapat.
Situasi berhasil dikendalikan setelah Ketua Rapat, Muhammad Fadli, berdiri dan mengetuk palu berkali-kali untuk menenangkan suasana.
“Diam dulu! Akan dilanjutkan tidak rapat ini? Bisa dilanjutkan tidak? Di sini kita akan mencari solusi terbaik buat warga. Itu sudah kita sepakati bersama tadi. Jadi jangan ribut sendiri. Kami menghargai warga, warga juga harus bisa menghargai kami sebagai lembaga di sini. Setuju tidak?” seru Fadli dengan nada lantang setelah beberapa kali ketukan palunya diabaikan.
Meski demikian, ketegangan belum sepenuhnya mereda, karena warga terus melontarkan argumen yang menyebabkan suasana semakin gaduh.
Melihat situasi semakin tak terkendali, Fadli kembali mengetuk palu dengan lebih keras sambil berdiri.
“Kita gantian bicara. Jangan saling berebut. Kami tadi sudah diam mendengarkan, sekarang warga dengarkan dulu apa yang kami bicara, dan dengarkan juga perusahaan meneruskan bicaranya. Setuju tidak?” tegas Fadli, kali ini sambil duduk kembali setelah berbicara.
Ketegangan pun perlahan mereda, dan rapat dapat dilanjutkan meskipun sebelumnya sempat diwarnai adu mulut hingga gebrak meja oleh mahasiswa dari PMKRI yang menjadi perwakilan warga.
Perwakilan perusahaan, Awi, dari PT Citra Tri Tunas Prakarsa, kemudian menyampaikan tanggapannya terkait situasi yang terjadi.
“Untuk permasalahan ini sudah kami serahkan kepada pemerintah Pemko Batam. Jadi terserah bagaimana nanti Pemko Batam mengurusnya,” ujar Awi.
Namun, Awi juga menekankan bahwa pihak perusahaan merasa keberatan atas keputusan yang melarang aktivitas di lahan tersebut, mengingat mereka terikat waktu dengan pihak BP untuk menyelesaikan pembangunan.
“Mohon izin, mohon maaf, kami dari perusahaan merasa keberatan atas keputusan yang menyatakan bahwa kami tidak bisa melakukan aktivitas apapun dengan lahan kami, karena kami juga ada batas waktu dari BP untuk segera menyelesaikan pembangunan. Kalau tidak, izin kami akan dicabut,” pungkasnya.
Rapat berakhir dengan suasana yang lebih tenang meskipun ketegangan sempat memuncak.
Situasi ini mencerminkan kompleksitas permasalahan penggusuran dan pembebasan lahan yang membutuhkan solusi terbaik bagi semua pihak. ***