OPINI

OPINI : Strategi Perikanan Budidaya di Era MEA

×

OPINI : Strategi Perikanan Budidaya di Era MEA

Sebarkan artikel ini
Oleh : Romi Novriadi
Aquaculture Engineering at Batam Mariculture Development Center, Directorate General of Aquaculture
Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia
Currently : Ph.D Student at School of Fisheries, Aquaculture and Aquatic Sciences
Auburn University, Alabama, USA
Mail address: 203 Swingle Hall, Auburn, Alabama 36849

SIJORI KEPRI (SK) — Industri perikanan budidaya di kawasan Asia Tenggara saat ini cukup bergairah dan telah menjelma menjadi salah satu sektor produksi pangan dengan pertumbuhan produksi dan ekonomi yang cukup signifikan. Merujuk kepada data FAO (2014), dari 11 negara produsen utama, lima negara berasal dari kawasan ASEAN meliputi : Indonesia, Vietnam, Thailand, Myanmar dan Filipina. Secara global, total kontribusi ke-lima negara ASEAN tersebut memiliki share sebesar 13.6%, dimana Indonesia dan Vietnam saling bersaing ketat dengan total share yang sama sebesar 4,6%. Berdasarkan jenis produksi, Indonesia secara umum lebih unggul di komoditas ikan air tawar, laut dan kelompok udang-udangan, namun tidak untuk komoditas moluska. Kekuatan dan keunggulan produksi Indonesia juga ada di sektor produksi tanaman akuatik, dimana berdasarkan data produksi makroalga dan mikroalga yang dirilis oleh FAO, Indonesia berada diperingkat kedua setelah China dengan jumlah produksi hampir mendekati 7 juta ton atau sekitar 27,4 % dari seluruh produksi dunia dan diikuti oleh Filipina dengan jumlah produksi 1,75 juta ton atau sekitar 7,6%.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Menurut FAO, peningkatan produksi di Indonesia tidak serta merta mendukung peningkatan nilai ekonomi, karena hampir 90% hasil produksi dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sehingga sangat wajar bila Thailand dan Vietnam berada diatas Indonesia dalam daftar negara eksportir produk perikanan di kawasan ASEAN. Bahkan Myanmar yang baru mulai intensif mengembangkan produksi perikanan budidaya di era 1960-an, memiliki peningkatan nilai ekonomi ekspor yang cukup tajam dalam satu dekade terakhir. Bila kita kaitkan kondisi ini dengan pemberlakukan MEA, tentu sangat diperlukan perubahan pola produksi, agar penerapan konsep satu pasar tidak mengganggu market dari hasil produksi perikanan budidaya Indonesia dan sekaligus meningkatkan daya saing produk di kawasan ASEAN. Oleh karena itu beberapa strategi untuk peningkatan market share sangat diperlukan, diantaranya (i) perbaikan teknologi pakan, (ii) implementasi teknologi kesehatan ikan dan lingkungan, (iii) sertifikasi (iv) peningkatan sumberdaya manusia, dan (v) implementasi Good Management Practices untuk seluruh sistem produksi.

Pakan merupakan salah satu komponen penting dalam aktivitas budidaya dan memiliki kontribusi antara 60 – 70% dari seluruh biaya produksi. Menjadi sangat kontradiktif bila kita bicara tentang pengembangan komoditas untuk kegiatan ekspor, karena pada umumnya komoditas tersebut cenderung membutuhkan konsentrasi protein serta asupan makro dan mikromineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tropik level rendah. Untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tersebut, pada umumnya digunakan tepung dan minyak ikan sebagai salah satu bahan baku utama dalam produksi pakan. Sehingga tidak mengherankan apabila sekitar 10% hasil tangkapan global telah dikonversi menjadi tepung ikan atau bahan suplementasi pakan lainnya. Oleh karena itu, saat ini berbagai riset yang telah dikembangkan, seperti halnya penggunaan bahan nabati dan serangga sebagai bahan baku pengganti tepung ikan harus secara optimal diimplementasikan. Kekurangan yang ada dari penggunaan bahan alternatif ini dapat dilengkapi dengan pemanfaatan teknologi enzim atau bahan suplementasi lainnya yang dapat berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi pakan serta memperkuat sistem pertahanan tubuh ikan, seperti halnya penggunaan protein hidrolisat dan taurin. Konsep sistem integrasi dengan mengkombinasikan dua atau tiga komoditas budidaya juga dapat diimplementasikan untuk menambah nilai ekonomi dan mengoptimalkan pemanfaatan jumlah (limbah) pakan yang tidak dikonsumsi. Melalui konsep ini, limbah nutrisi yang mengandung unsur nitrogen dan posfor tidak lagi menjadi faktor yang dapat memicu terjadinya blooming fitoplankton melainkan dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat rendah, seperti : kelompok moluska dan kekerangan, sebagai produk samping aktivitas produksi budidaya.

Strategi kedua adalah dengan menerapkan manajemen kesehatan ikan dan lingkungan yang baik selama fase produksi. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan agen mikroorganisme patogen atau faktor abiotik lainnya dapat menjadi faktor penghambat utama dalam keberlanjutan aktivitas produksi. Tingkat kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh infeksi infeksi mikroorganisme patogen sangat signifikan. Secara global, kerugian ekonomi akibat wabah penyakit diperkirakan mencapai US$ 9 miliar per tahun dan berdampak kepada penurunan jumlah produksi ikan budidaya. Oleh karena itu, deteksi dini keberadaan mikroorganisme patogen dan upaya pencegahan dalam konsep pengelolaan kesehatan ikan harus dilakukan secara konsisten. Beberapa konsep pencegahan seperti vaksinasi, immunostimulasi, hingga kepada aplikasi probiotik pada pakan ataupun di media pemeliharaan dapat dilakukan berdasarkan standar prosedur yang sesuai dan tidak berlebihan. Penggunaan antibiotika yang dapat menyebabkan resistensi pada bakteri dan menimbulkan alergi pada manusia harus mulai ditinggalkan. Oleh karena itu, dalam manajemen kesehatan ikan yang baik, prinsip pencegahan harus lebih diutamakan dari,pada pengobatan.

Penggunaan benih yang bebas penyakit dan berasal dari panti benih yang tersertifikasi harus selalu menjadi pilihan untuk mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit. Aktivitas ini juga dapat disertai dengan inovasi teknologi pengelolaan limbah hasil produksi ataupun dengan pengelolaan air sumber dengan berbagai perlakuan filtrasi untuk optimalisasi kualitas air sebelum digunakan sebagai media pemeliharaan. Teknologi ini terkesan menjadi komponen tambahan dalam biaya produksi, namun dampak yang diperoleh berupa peningkatan tingkat kelulushidupan ikan dan juga perbaikan performa pertumbuhan menjadikan nilai ekonomi yang diperoleh lebih besar dibandingkan biaya pengelolaan air yang bahkan dapat digunakan untuk beberapa siklus produksi. Salah satu komponen yang paling penting dalam sistem produksi adalah penentuan lokasi yang tepat dengan kondisi kualitas air optimal. Hal ini harus menjadi prioritas, karena sedapat mungkin kita harus meminimalkan dampak eksternal terhadap aktivitas produksi, seperti halnya dampak toksik logam berat terlarut yang dapat berasal dari aktivitas industri dan pertambangan, atau menghindari pengaruh senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbons yang dapat menyebabkan iritasi kulit pada ikan. Penentuan lokasi yang tepat dapat menjamin keberlanjutan produksi dan meningkatkan nilai ekonomi produksi melalui peningkatan kualitas ikan budidaya yang dihasilkan.

Strategi ke tiga dalam rangka memperkuat daya saing produksi perikanan budidaya di era MEA adalah melakukan sertifikasi produk, baik skala nasional maupun Internasional. Hal ini menjadi sangat penting bila kita mulai berpikir untuk menembus pasar ekspor dan memudahkan masuknya produk-produk perikanan ke beberapa jaringan retail skala besar seperti halnya Walmart, Colruyt dan Carrefour. Kembali merujuk kepada data FAO, saat ini terdapat 10 negara yang berpotensi menjadi negara tujuan ekspor dengan nilai impor dan konsumsi seafood paling tinggi, yakni Jepang, Amerika Serikat, China, Spanyol, Perancis, Italia, Jerman, Inggris, Korea dan Hongkong. Bila merujuk kepada salah satu data lembaga akreditasi (baca: Aquaculture Stewardship Council), Vietnam saat ini memiliki jumlah unit produksi tersertifikasi yang lebih banyak dibandingkan Indonesia ataupun negara lainnya di kawasan ASEAN. Sehingga tidak mengherankan kalau produksi ikan air tawar mereka seperti ikan patin merajai jaringan retail baik di Uni-Eropa maupun Amerika Serikat. Konsep sertifikasi ini harus mulai dijadikan prioritas, karena selain Indonesia memiliki keunggulan keberagaman ikan yang digemari oleh masyarakat di berbagai negara tujuan ekspor, upaya sertifikasi ini juga dapat menjamin kualitas dan nilai ekonomi dari hasil produksi serta menghindari membanjirnya produk-produk dari negara ASEAN lainnya di pasar domestik.

Untuk mencapai berbagai tujuan dimaksud, tentu peningkatan kualitas sumberdaya manusia dapat dijadikan pondasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Pengembangan kualitas SDM dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai bantuan internasional, salah satunya adalah melalui south south cooperation yang menjadikan sektor perikanan budidaya di Indonesia sebagai salah satu sektor prioritas atau melalui pemanfaatan dana pendidikan yang disediakan oleh berbagai lembaga dalam negeri, salah satunya oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Peningkatan SDM ini sangat fundamental mengingat kajian sustainability pada sistem produksi perikanan budidaya memerlukan kolaborasi lintas disiplin ilmu secara terpadu. Pendidikan juga yang menjadi kunci kebangkitan sektor perikanan budidaya di Vietnam, dimana negara ini cukup aktif mengirimkan putra/I terbaik mereka ke berbagai institusi pendidikan di luar negeri.

Pada akhirnya, implementasi Good management Practices baik pada unit budidaya skala besar, menengah hingga skala rumah tangga menjadi sangat penting untuk efisiensi biaya produksi. Implementasi ini sangat penting bila ingin bersaing dengan hasil produksi negara-negara di kawasan ASEAN. Kita menyadari bahwa dengan iklim, lingkungan dan komoditas produksi yang hampir sama, berbagai perlakuan dan tindakan perbaikan menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas, keunikan dan kuantitas produksi. Keunikan yang didasari oleh implementasi Good Management Practices, sertifikasi hingga aplikasi teknologi pakan, kesehatan ikan dan lingkungan diharapkan menjadi key point bagi sektor perikanan budidaya Indonesia untuk memenangkan persaingan pasar, tidak hanya di kawasan regional ASEAN tetapi hingga kawasan Internasional.***

banner 200x200
Follow