Scroll untuk baca artikel
HUKRIMTANJUNG PINANG

Polemik Destinasi Wisata Pulau Ranoh, Kuasa Hukum PT MPL dan Suban Hartono Angkat Bicara

×

Polemik Destinasi Wisata Pulau Ranoh, Kuasa Hukum PT MPL dan Suban Hartono Angkat Bicara

Sebarkan artikel ini
Kuasa Hukum PT Megah Puri Lestari, Hendie Devitra SH MH. (Foto : Ist)

TANJUNG PINANG — Polemik destinasi wisata di Pulau Ranoh, Kota Batam yang muncul dan dapat merugikan pihak pengelola, menyebabkan Hendie Devitra SH MH selaku kuasa hukum PT Megah Puri Lestari (PT MPL) Pengelola Resort Ranoh dan Suban Hartono angkat bicara dan sedang mempertimbangkan langkah hukum atas dugaan penyebaran kabar bohong atau hoax tersebut.

“Ada tiga substansi persoalan yang mencuat kepermukaan beberapa hari belakangan ini yang perlu saya tanggapi dengan serius, karena merugikan klien kami,” kata Hendie, pada sejumlah awak media di Tanjung Pinang, Selasa, 22 November 2022.

Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita
Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita

Menurut Hendie, bahwa Suban Hartono telah membayar ganti rugi yang layak terhadap 3 (tiga) orang keluarga besar yang memiliki bukti surat kepemilikan lahan di Pulau Ranoh.

“Sebagai pembeli yang beritikad baik, klien kami, bapak Suban Hartono telah meneliti keabsahan penguasaan lahan baik secara fisik maupun yuridis,” ujar Hendie, sembari menunjukan sejumlah bukti dokumen kepada awak media.

Pertama tentang perolehan lahan. Hendie menjelaskan, bahwa secara historis riwayat penguasaan lahan Pulau Ranoh itu bukan saja dari ahli waris almarhum Djojah (Yahya, anak Djoyah-Red), tetapi ada 3 (tiga) kelompok keluarga yang berkerabat, yaitu para ahli waris dari keluarga M Jacob Nur, Keluarga Nurdin Bin Limat, dan Keluarga M Taher Bin Goyang.

“Keluarga M Jacob Nur ini memiliki lahan 5 (lima) hektar berdasarkan Grant Agraria tahun 1965, dan sisanya seluas 8 hektar dibagi kepada para ahli waris keluarga Nurdin Bin Limat dan keluarga M Taher Bin Goyang yang dituangkan dalam surat perjanjian/pernyataan antara Nurdin bin Limat  dan M Taher tanggal 28 Oktober 1999 yang salah satu ahli warisnya adalah Djoyah,” ujar Hendie.

Seluruh lahan dari pemilik asal tersebut berikut lahan masyarakat lainnya di Pulau Ranoh tersebut sudah diganti rugi oleh Suban Hartono dihadapan Pejabat Umum yang berwenang pada tahun 1999, termasuk lahan milik almarhum Djoyah dan sudah menerima uang ganti rugi.

“Kedua, tentang perizinan kegiatan usaha PT MPL yang telah dimiliki mulai dari tingkat dinas pemda terkait, hingga Kementerian yang berwenang,” jelas Hendie.

Mulai dari izin pemanfaatan ruang darat dan laut untuk pengembangan kegiatan pariwisata Pulau Ranoh, jelas Hendie, hal itu sudah dimiliki oleh PT MPL selaku pengelola Resort, antara lain Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang dan Izin Lokasi dari Pemko Batam, Persetujuan Desain Tapak Pengelolaan Pariwisata Alam pada Kawasan Hutan Produksi Pulau Ranoh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Izin AMDAL dari Dinas LHK Provinsi Kepri, Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Penyedia Sarana Wisata Alam (IUPJLWA-PSWA) di Hutan Produksi pulau Ranoh dan Izin Lingkungan dari DPMPTSP Provinsi Kepri.

“Selanjutnya, Izin Pemanfaatan Ruang Laut, dan Izin Usaha Penyedia Sara Wisata Alam (IUPSWA), serta perizinan lainnya terkait operasional kegiatan usaha. Semua itu melalui proses telaah sesuai menurut ketentuan hukum yang berlaku,” jelas Hendie.

Terkait permasalahan ini, Hendie menyampaikan sudah banyak ditangani dan difasilitasi baik oleh instansi dan aparat penegak hukum, antara lain dalam rapat koordinasi oleh Satgas Saber Pungli dan UUP Kepri, Pembahasan di Pemko Batam, bahkan penyelidikan oleh Ditkrimsus dan Ditkrimum Polda Kepri, sudah dilayani oleh Polda Kepri.

Hendie juga menyampaikan, banyak juga menerima somasi dari beberapa pengacara baik dari Tanjung Pinang, Batam, dan Jakarta selaku kuasa hukum dari Yahya.

Namun dari serangkaian upaya tersebut belum ada satupun upaya hukum yang ditempuh oleh Yahya selaku ahli waris Djoyah baik laporan secara resmi ke pihak kepolisian atau gugatan ke pengadilan, agar diuji bukti penguasaan lahan yang mendasari klaim tersebut.

Sebagai Negara Hukum, lanjut Hendie, maka setiap warga negara harus menjunjung tinggi hukum karena memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, bukan melakukan tindakan menurut kehendak sendiri.

Apalagi berpolemik di ruang publik yang berpotensi menimbulkan dugaan penyebaran berita bohong dan menyesatkan, serta pencemaran nama baik kliennya secara masif dan terkesan tendensius, sehingga merugikan PT MPL dan Suban Hartono.

“Kami akan mempersiapkan langkah hukum terhadap pihak-pihak tersebut,” ujarnya. (Asf)

Share and Enjoy !

Shares
Shares