KEPRIOPINITANJUNG PINANG

Polemik Pemko Tanjungpinang dan PT Pelindo

×

Polemik Pemko Tanjungpinang dan PT Pelindo

Sebarkan artikel ini
Mahasiswa Fisip UMRAH, Yeni. (Foto : Ist)

Oleh : Yeni
Mahasiswa Fisip UMRAH
Prodi : Sosiologi

SIJORI KEPRI (SK) — Ada gula ada semut, beginilah konflik yang terjadi antara dua pimpinan ini antara Polemik Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang dengan PT Pelindo.

Upaya penyelesaian konflik yang melanda Pemko Tanjungpinang dan PT Pelindo selama ini, sangat diyakini tidak berujung penyelesaian waktu. Kedua pihak, baik dari Pemko maupun PT Pelindo, me­nyepakati kerja sama. Namun, sampai dengan peralihan jabatan Walikota Tanjungpinang, dari Suryatati A Manan ke Lis Darmansyah, PT Pelindo I Cabang Tanjungpinang tak juga kunjung menyetorkan Dana Bagi Hasil (DBH) dari hasil kesepakatan sebelumnya.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Berdasarkan kesepakatan tersebut, dibunyikan tarif pas penumpang di Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) Tanjungpinang disesuaikan menjadi Rp 5.000 sekali masuk. Dengan rincian Rp 4.000 untuk PT Pelindo I dan Rp 1.000 diberikan kepada Pemko Tanjungpinang.

Sementara itu, dari Rp 1.000 tersebut Pemko Tanjungpinang mengalokasikan sebesar Rp 250 untuk biaya operasional pelayanan pass pelabuhan dan Rp 750 menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemko Tanjungpinang di tahun 2014.

Kini, persoalan semakin melebar. Tidak hanya uang, persoalan uang dan keuntungan yang belum disetorkan, membuat Ketua Komisi I DPRD Kota Tanjungpinang, Maskur Tilawahyu, pada waktu itu mengatakan, bila PT Pelindo I Cabang Tanjungpinang juga telah melanggar aturan dalam hal tarif pass masuk Pelabuhan Domestik Sri Bintan Pura, singkatnya, pada 31 Maret tahun 2012, perjanjian antara Pemko Tanjungpinang dan PT Pelindo I Cabang Tanjungpinang pun berakhir.

Seharusnya dari PT Pelindo juga memenuhi perjanjian bagi hasil, dalam hal ini tidak bisa menyalahkan pihak manapun. Karena, semua memiliki kepentingan masing-masing, baik bagi PT Pelindo juga Pemko, mereka sama-sama mempunyai hak dalam Seri Bintan Pura. Dan seperti Pelindo pun tidak seharusnya, dalam klausal perjanjian, Pelindo tidak boleh menghentikan perjanjian sepihak. Namun sekarang pungutan pas tetap, tapi pembagiannya tidak. Ini namanya Penjajah. Arogannya jangan terus-terusan.

Lalu Pimpinan PT Pelindo melakukan upaya 2015, polemik DBH keuntungan pas masuk pelabuhan sedikit mereda. Pada waktu itu, Pemko Tanjungpinang dan PT Pelindo I cabang Tanjungpinang sepakat untuk meminta saran ke Kejaksaan Tinggi terkait DBH tersebut. Pasalnya, direksi PT Pelindo I cabang Tanjungpinang yang dipimpin oleh Ashari Ramadhan meragukan dasar hukum yang memperbolehkan PT Pelindo I cabang Tanjungpinang menyetorkan keuntungan pas masuk ke Pemko Tanjungpinang.

Pada Maret 2015, Kejaksaan Tinggi dan BPK beranggapan, jika Pemko Tanjungpinang berhak untuk mendapatkan hasil keuntungan tersebut. Namun, sampai dengan November, DBH yang diharapkan tak juga kunjung disetorkan, yang disepakati bila PT Pelindo I cabang Tanjungpinang akan menyetorkan DBH keuntungan pas masuk Pelabuhan Sri Bintan Pura ke Pemko Tanjungpinang pada Desember 2015.

Dengan adanya kesepakatan itu, perseteruan antara Pemko Tanjungpinang dan Pelindo I cabang Tanjungpinang sedikit mereda. Kalau tidak dilakukan hal tersebut, maka tindakan yang akan dilakukan oleh Pemko akan menutup jalan menuju Seri Bintan Pura untuk menyatukan atau rekonsiliasi.

Konsep penyatuan itu, mengedepankan prinsip-prinsip kearifan, ke­bijakan, dan keadilan bagi semuanya. Kesepakatan bahwa konflik hanya bisa diselesaikan oleh mekanisme internal menjadi kemajuan dari pada terus ber­se­teru di jalur hukum.

Dipenghujung tahun 2015, langkah itu patut diapresiasikan sebagai bentuk pendinginan, agar konflik tidak terus berlarut. Bisa dibayangkan betapa runyam jika konflik itu belum meredam seandainya mereka tidak sepakat melaksanaan mu­sya­ra­wahm, menjadi kunci pe­nye­le­saian. Mekanisme itu, didahului de­ngan rapat-rapat, musyawarah, dan ra­pat pimpinan nasional yang dihadiri kedua pihak.

Mengawali tahun 2016, publik memiliki optimisme agar kericu­han konflik yang terjadi hampir sepanjang 2015 segera berlalu, menjadi ba­gian untuk mewujudkan harapan bagi masyarakat. Kondisi tersebut merupakan sinyal po­sitif bagi PT Pelindo ke depannya. Setidaknya, konsolidasi akan mereduksi potensi kegaduhan yang dipicu perang kepentingan pragmatis dua koalisi tersebut. Kalaupun ada kegadu­han yang muncul, diharapkan produktif dan konstruktif, yakni menyangkut per­soa­lan yang menyentuh kepentingan rak­yat banyak.

Tak bisa dipungkiri, perang ke­pentingan dua kutub antara polemik dan PT Pelindo. Dari pihak polemik pun sudah melakukan tindakan, agar pihak PT Pelindo mau membayar DBH dengan upaya ingin menutup jalan ke pelabuhan SBP dan berita itupun didengar oleh PT Pelindo, namun direspon baik oleh PT Pelindo, mereka juga ingin segera membayar DBH, tapi mereka juga membutuhkan waktu untuk melunasi DBH dilihat ada mediator yang membantu menyelesaikan permasalahan yang ada dalam konflik antara mereka.

Dilihat dalam upaya yang dilakukan antara dua belah pihak sudah menimbulkan hasil yang baik dan dapat respon positif dari dua belah pihak, namun tidak bisa dipungkiri, keduanya sama-sama punya kepentingan tersendiri. Bisa dilihat disini, sikap tegas pimpinan mengambil keputusan dan upaya-upaya yang dilakukan dalam meredam konflik guna mewujudkan perubahan yang terjadi.

Akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula, setelah dilihat dari berbagai macam kecekcokan yang terjadi antara Polemik Pemko dan PT Pelindo, maka bisa dilihat bahwa dari kedua belah pihak juga ingin keadaan yang baik tidak serta merta dipenuhi dengan kegaduhan.

Kondisi inilah yang mendorong dan pemicu konflik antara mereka dikarenakan kondisi fasilitas yang tidak tersedia, seperti tempat sholat untuk para penumpang di pelabuhan SBP dan perlunya menumbuhkan kesadaran, jangan sampai terjajah dan bersikap rasional. Melihat perkembangan perubahan yang ada di Kota Tanjungpinang, maka perlu membuka mata dengan apa yang telah terjadi, tidak hanya diam dan menjadi penonton di kota sendiri dan kita juga perlu ikut serta bertangung jawab terhadap penyelesain konflik, agar bisa tercipta perubahan, tidak hanya kaum borjuis saja, kita juga perlu berperan penting dalam penuntasan konflik di dalam kota kita sendiri.***

banner 200x200
Follow