LINGGA (SK) — Said Parman, Plt Sekda Kabupaten Lingga, minta Menteri Pendayagaunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) RI, mengkaji lebih mendalam terhadap struktur anggaran APBD daerah, sebelum memberikan lampu merah. Parameter penilaian struktur belanja ada pada Kemendagri dan Kemenkeu, sedangkan persoalan yang menjadi sorotan Menpan-RB tersebut tidak pernah menjadi sebuah hal yang rancu di dua kementrian itu.
“Statmen Menpan seperti yang dimuat media seolah hanya pencitraan saja. Kami melihat warning yang diberikan terhadap Lingga itu tanpa melalui kajian terlebih dahulu, sementara Mendagri dan Menkeu sangat tahu kondisi kami. Menpan harusnya lebih arif lah dalam mengeluarkan statmen ke publik. Ini menyebabkan gejolak di dalam daerah kami,” ungkapnya, usai penyambutan rombongan peserta Sail Karimata 2016, di Desa Benan, Selasa, (25/10/2016).
Struktur APBD Lingga, kata Said Parman, yang lebih besar belanja pegawai dari pada pembangunan selama dua tahun terakhir, pada dasarnya memiliki alasan jelas dan masuk akal. Dua tahun kami dilanda defisit keuangan, baik disebabkan daerah maupun pusat, hal ini semua masyarakat dan birokrat mengetahuinya secara pasti, Lingga adalah daerah paling buruk yang kena dampak dari defisit ini.
“Untuk sektor belanja publik, Lingga hampir bisa dikatakan hanya mengandalkan pendapatan daerah dari sektor DAU dan DBH, sedangkan dari sektor lain seperti, PAD Lingga cukup kecil yang hanya 20 Miliar lebih,” terangnya.
Kompenan belanja pegawai, lanjut Said Parman, yang dimaksudkan Menpan-RB tersebut memuat berbagai macam jenis belanja seperti, tunjangan, SPPD, makan minum dan belanja publik lainnya, termasuk insentif guru yang jumlahnya tidak sedikit dan bertabur di pelosok pulau Lingga, dan juga pada dasarnya, Lingga masih kekurangan banyak pegawai, sehingga ada kebijakan daerah menganggarkan PTT dan tenaga honorer, itupun masih jauh dari cukup. Jika tidak ada kebijakan ini, kita akan sangat kekurangan tenaga, jumlah pegawai kita stagnan, tidak ada penambahan,
“Di periode kepemimpinan Awe-Nizar, Lingga mampu berbuat banyak, meski masih didera permasalahan defisit keuangan secara terus menerus. Selain itu, keberhasilan menarik perhatian Kementrian Pertanian untuk program cetak sawah secara besar-besaran di Lingga. Jika hanya mengandalkan APBD tentu daerah tidak sanggup,” paparnya.
Prihal lainnya, kata Said lagi, besaran angka tunjangan daerah Lingga merupakan yang paling rendah se Kepri, diharapkan Menpan tidak terburu-buru dalam memberikan lampu merah kepada Kabupaten Lingga, hanya karena persentase anggaran belanja pegawainya lebih besar.
“Untuk tunjangan guru kita paling kecil jika dibanding Kabupaten/Kota lainnya di Kepri. Sebagai pimpinan TAPD, saya merasa perlu menyampaikan bahwa warning Menpan terhadap Lingga ini harusnya dikaji dahulu, jangan hanya untuk pencitraan, karena ini bahaya, bisa mendatangkan kerisauan di daerah kami,” tuturnya.
Seharusnya, tambah Said Parman, daerah sangat menginginkan porsi belanja pembangunan lebih besar dari pada belanja pegawai. Namun, rasanya masih sulit dicapai jika APBD Lingga diangka minimal.
“Kami siap mengevaluasi itu, untuk sedapatnya melakukan perimbangan, namun kami juga menghindari ada kebijakan daerah yang bisa menyebabkan masalah baru dari dampak kebijakan tersebut, misalnya pemutusan kerja para honorer atau PTT,” tandasnya. (SK-Pus)