PENDIDIKAN

Sekolah Dipalang “PULUHAN SISWA TERLANTAR”

×

Sekolah Dipalang “PULUHAN SISWA TERLANTAR”

Share this article

MERAUKE (SK) — Sebanyak limapuluh lebih pelajar tidak mengikuti proses belajar mengajar selama tiga hari. Hal itu karena sekolah SMP dan SMA Luar Biasa yang menjadi tempat belajar bagi mereka, telah dipalang oleh pemilik hak ulayat.

“Kalau untuk SMA LB itu kurang lebih sekitar 20-an orang. Sementara SMP LB sekitar 30 orang. Hanya jurusannya yang beda-beda,” kata Kepala Bidang SMP dan SMA, Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke Donatus Pagamuye di Merauke, Rabu (20/07/2016).

Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita
Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita

Dua sekolah yang terletak di Jalan Mawari, Kabupaten Merauke itu dipalang sejak dua hari lalu. Hingga kini tidak ada proses belajar mengajar yang terjadi layaknya di sekolah lain.

BACA JUGA :  Pejabat dan Kepala Sekolah Ikuti Sosialisasi Penerangan Hukum Kejati Kepri

Sementara, pihak Dinas Pendidikan setempat masih menunggu laporan dari sekolah apa yang terjadi, terutama secara tertulis. “Sampai hari ini kita belum dapat, walau secara lisan sudah ada,” katanya.

BACA JUGA :  Wagub Kepri Minta Prioritas Vaksin Tenaga Pendidik

Donatus menjelaskan bahwa, belum dilakukan pertemuan menyangkut hal itu karena Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran masih berada di luar daerah. Diharapkan dalam waktu dekat segera dibicarakan agar siswa dan siswi berkebutuhan khusus di sana kembali belajar seperti biasa.

“Sebenarnya pembicaraan soal status tanah ini sudah dilakukan beberapa kali, namun masih perlu dibicarakan lagi karena menurut saya pembicaraan sebelumnya belum final,” ujarnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, dia mengatakan lokasi pendirian dua sekolah itu diklaim oleh tiga orang berbeda. Namun dalam pertemuan yang dilakukan nanti, akan diselidiki siapa pemilik sah lahan yang kini dimanfaatkan itu.

BACA JUGA :  Tahun 2018, Sekolah di Daerah Terpencil “AKAN DIBANGUN TOWER-TOWER”

“Banyak orang memiliki perasaan bahwa mereka yang berhak atas tanah itu dan persoalan ini pernah terjadi pada 2013. Bahkan kita duduk sudah sampai ke tingkat lembaga musyawarah adat, namun masih menjadi masalah,” ujarnya.

 

(Sumber : Republika.co.id)