TANJUNG PINANG – Pengadilan Negeri Tanjung Pinang menggelar sidang perdana Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMK Negeri 1 Batam untuk tahun 2017-2019 pada Senin (09/09/2024). Dalam kasus ini, mantan Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Batam, Lea Lindrawijaya Suroso, bertindak sebagai pemohon PK.
Lea Lindrawijaya didampingi oleh tim Kuasa Hukum dari Firma Victoria, yang terdiri dari Kamaruddin Simanjuntak, Jimmi Manalu, Nico Iryanto Sihombing, dan Jusfer Panggabean. Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim yang diketuai oleh Ricky Ferdinan dan beranggotakan Fauzi serta Albiferi menyatakan bahwa berkas permohonan PK akan dikirimkan oleh Pengadilan Negeri Tanjung Pinang ke Mahkamah Agung (MA) untuk diproses lebih lanjut.
“Kami selaku tim kuasa hukum masih akan menunggu keputusan dari MA, apakah permohonan PK ini akan dikabulkan atau tidak,” ujar Nico Iryanto Sihombing usai persidangan.
Nico menjelaskan bahwa dalam perkara ini, pihaknya telah mengajukan beberapa bukti baru (novum) dalam Memori PK. Di antaranya adalah Surat Komite SMKN 1 Batam terkait Berita Setuju Bayar tahun 2018 dan 2019, serta laporan penerimaan dan pengeluaran keuangan SMKN 1 Batam untuk tahun 2019 dan 2020. Selain itu, mereka juga mengajukan peraturan perundang-undangan terkait SPP, sumbangan, serta pemberian THR untuk ASN.
“Total ada 22 novum yang kami ajukan,” jelas Nico.
Tim Kuasa Hukum berharap bahwa Majelis Hakim yang memeriksa kasus ini akan mengabulkan permohonan PK dan membatalkan putusan kasasi yang sebelumnya memperkuat putusan banding atas terpidana.
“Dengan dikabulkannya PK, kami berharap dapat memulihkan nama baik pemohon dan membatalkan putusan yang dijatuhkan sebelumnya,” tambah Nico.
Kuasa Hukum lainnya, Jimmi Manalu, juga menekankan bahwa permohonan PK mereka telah sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2005 tentang Komite Sekolah. Selain itu, ia menjelaskan bahwa sumber dana pendidikan dari masyarakat, termasuk SPP dan sumbangan, bukan merupakan uang negara.
“Harus dipahami bahwa dana SPP dan sumbangan bukan merupakan uang negara dan tidak masuk dalam APBD atau APBN,” tegas Jimmi.
Menurut Jimmi, yang menjadi temuan dalam kasus ini adalah penggunaan dana SPP, bukan dana BOS, untuk kegiatan seperti pemberian THR bagi guru yang berstatus ASN, outbound PTK, dan dana cashback yang diakui sebagai sumbangan yang digunakan untuk belanja sekolah.
“Majelis hakim harus mengkaji lebih dalam apakah SPP masuk ke dalam kategori uang negara,” pungkasnya. ***