TANJUNGPINANG (SK) — Menyangkut argumentasi yang diberikan oleh Gubernur Kepri, yang katanya mengacu UU ASN, di beberapa halaman yang tidak dibacakan, dan menjelaskan garis lurus keturunannya yang tidak menjadi PNS, Juru bicara dari Fraksi Golkar DPRD Kepri, Taba Iskandar, bukan hanya memberikan pertanyaan saja, tetapi justru memberikan argumen balasan atas ketidakpuasannya terhadap jawaban Gubernur.
“Kalau acuannya itu (UU ASN, Red)), kenapa Gubernur tidak menunggu untuk pelaksanaan SOTK baru? Bukankah jabatan itu tanggal 7 pelantikan, tapi setelah itu mem POTK. Kenapa tidak menunggu untuk pengisian, jadi open begin-nya itu dilaksanakan seketika mengisi OPD baru. Pekerjaan KKN bukan berarti suatu garis lurus. KKN dalam arti luas adalah apa bila kepentingan kelompok golongan lebih dominan dari kepentingan untuk bangsa dan negara, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau,” bantahnya, saat Sidang Paripurna tentang Hak Interpelasi DPRD, di Aula Kantor DPRD Kepri, Dompak Tanjungpinang, Senin, (05/11/2016).
Taba melihat, dalam penjelasan Gubernur, masih diperlukan lagi tambahan dokumen pendukung. Karena Gubernur ber-argumen jabatan-jabatan itu dilakukan asessment.
“Maka di dalam asessment itu kan harus ada uji kompetensi, diantara paling minimal dua orang calon untuk menduduki jabatan tertentu,” tuturnya.
Taba juga memberikan contoh penempatan jabatan yang menurutnya tidak sesuai dengan UU ASN.
“Contoh, seorang sekretaris itu kalau saya tidak salah, dia itu eselon IIIA, Asisten itu harusnya eselon II A. Bukan berarti IIIA ke II A itu satu tingkat, satu tingkat di bawah II A itu IIB, Kepala biro. Maka satu sudah menjabat , tapi mem POTK di atasnya itu. Itu lompatannya 2 tingkat. Kalau acuannya kepada UU ASN, terjadi pelanggaran,” jelasnya.
Taba tidak meragukan, bahwa kompetensi pejabat bersangkutan diangkat, karena tidak mengenal secara personal beberapa orang yang kapasitas kualifikasi pendidikannya ada yang Doktor.
“Tapi bukan itu persoalannya. Dengan UU ASN ini, memberikan kesempatan terbuka kepada siapa saja untuk menguji kompetensi kemampuannya, sehingga Gubernur selaku User kepala Daerah, akan melihat kemampuan seseorang itu berdasarkan pendidikan, pangkat golongan dan ruang, profesionalitas,” jelasnya lagi.
Taba juga memahami, seandainya Gubernur memilih pejabat yang dapat bekerja sama, tapi menurutnya setelah melalui referensi pertimbangan.
“Mau pangkat tinggi, kalau tidak bisa kerja sama ngapain di pakai. Saya setuju, tapi setelah melalui referensi pertimbangan-pertimbangan itu. Nah, disini saya melihat terlalu memaksakan diri. Kenapa tidak dibiarkan saja yang mau pensiun, pensiun lah dia. Untuk APBD 2017, di isi dengan jabatan pada SOTK baru, silakan diajukan uji kompetensi,” lanjutnya serius.
Kader Golkar itu beranggapan, jawaban Gubernur masih memerlukan dukungan konkrit, karena itu sifatnya terbuka, dan menginginkan melihat hasil asessment terhadap jabatan-jabatan yang dipermasalahkan dalam pertanyaan.
“Untuk pengisian pada jabatan tertentu, rotasi, mutasi, Gubernur punya kewenangan, tapi untuk memberhentikan orang dalam sebuah jabatan dengan tidak ada alasan yang tepat, itu ada persyaratan, yang bersangkutan harus dinyatakan bersalah, dan di periksa. Ada BAP nya. Kalau tidak, dibiarkan dia, atau dalam jabatan yang setingkat, sampai pensiun. Ada ketentuan yang mengatur satu tahun sebelumnya, boleh, tapi situasinya apa darurat, orang mau menunggu OPD baru, tunggu sajalah,” pungkasnya. (SK-MU/C)