KEPRITANJUNG PINANG

Teja Alhabd : Jika di Kepri Ada Yang Bersikeras Menggabungkan Budaya Dengan Pariwisata “LEBIH BAIK MATI SAJA”

×

Teja Alhabd : Jika di Kepri Ada Yang Bersikeras Menggabungkan Budaya Dengan Pariwisata “LEBIH BAIK MATI SAJA”

Share this article

TANJUNGPINANG (SK) — Saat bincang-bincang Jurnalis Sijori Kepri dengan Budayawan sekaligus Penyair Kepri yang kerap di sebut “Presiden Penyair Tarung” H Teja Alhabd, memperhatikan gambar penyanyi wanita (berpakaian minim) pada acara Moon Cake Festival di Bintan yang ada di salah satu Media Cetak Harian di Kepri yang terbit Jumat, tanggal 16 September 2016, dengan wajah geram.

“Jika di Kepulauan Riau ini ada yang bersikaras ingin menggabungkan Budaya dan Pariwisata (Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata, Red), lebih baik mati saja,” tegas Teja, sambil menikmati nikmatnya kopi sekanak bersama Sijori Kepri, di kediamannya di Jalan Sultan Mahmud, Tanjungpinang, Sabtu, (17/09/2016).

Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita
Geser Untuk Lanjutkan Baca Berita

Teja juga menjelaskan, mereka tidak mengerti apa itu Budaya. Kalau ingin tahu Budaya, jangan bertanya dengan Sarjana Matematika atau Dokter, atau Sarjana lain yang bukan bidangnya.

BACA JUGA :  Yatim : Mari Ciptakan Spirit "SEMANGAT BEROLAHRAGA"

“Tapi tanya dengan orang yang benar-benar memahami dan menggali nilai-nilai Budaya itu sendiri,” jelasnya.

Selama ini, sambung Teja, budaya itu lebih banyak dijadikan objek tontonan, terkadang disusupi dengan budaya luar. Menurutnya, tarian dan nyanyian, itu bukan hanya sekedar kulitnya Budaya, tapi masih debunya budaya.

BACA JUGA :  Ini Kriteria Calon Sekda Kepri “VERSI KETUA DPRD KEPRI”

“Sehingga, nilai-nilai murni dari budaya itu sendiri sedikit sekali yang tersampaikan kepada masyarakat,” ujar Teja dengan nada agak menekan.

Disini, Teja juga mencontohkan, dimana masih banyak anak-anak yang melawan orangtuanya dan murid-murid tidak menghargai gurunya. Di tambah lagi dengan pergaulan anak-anak muda yang masih di bangku sekolah yang tidak mencerminkan ke Melayuan.

“Ini bukan memprihatinkan lagi, tapi sudah Krisis Moral. Bukankah Melayu itu identik dengan Islam? Sedangkan budaya Tionghoa yang asli saja sopan pakaiannya,” tambahnya.

BACA JUGA :  Jumaga Nadeak Terima Kunjungan "SESPIMTI POLRI”

Tidak puas sampai di situ, Teja juga menjelaskan, pengembangan budaya itu memang perlu biaya, bahkan di Negara manapun, termasuk Prancis, untuk budaya menjadi tanggung jawab pemerintah.

“Kita semua tahu bahwa Kepri telah menahbiskan diri sebagai BUNDA TANAH MELAYU. Jadi, hendaknya di tangani dengan fokus dan sungguh sungguh. Sayangnya anggaran Kebudayaan terlalu kecil. Kalau pemerintah kurang serius, maka lama kelamaan budaya kita, khususnya Melayu di Kepri akan termarjinalkan,” tutupnya. (SK-MU/C)