BATAM – Polemik seleksi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) periode 2024–2027 kembali memanas. Sejumlah peserta seleksi mendesak DPRD Kepri dan Gubernur Kepulauan Riau untuk bertindak tegas, menyusul dugaan adanya calon komisioner yang masih terafiliasi dengan partai politik.
Tiga peserta seleksi, Eri Syahrial, Monalisa, dan Subari, menegaskan bahwa KPID adalah lembaga independen. Oleh karena itu, jika ada calon partisan tetap dilantik, maka independensi KPID dipastikan tercederai.
“Kalau DPRD dan Gubernur tidak tegas, maka independensi KPID hanya tinggal nama. Bahkan, keputusan lembaga bisa dipersoalkan secara hukum,” ujar Eri Syahrial, Jumat (19/9/2025).
Peserta seleksi menyebut, proses seleksi kali ini penuh maladministrasi. Salah satu bentuk pelanggaran yang mencolok adalah adanya calon berlatar belakang partai politik yang lolos meski tidak menyerahkan surat pengunduran diri.
“Peserta lain dengan kondisi serupa justru didiskualifikasi. Tapi ada yang bisa lolos sampai tahap akhir. Ini jelas diskriminatif,” tambah Eri.
Pada 17 September 2025, tujuh calon peserta seleksi sempat bertemu pimpinan DPRD Kepri di Gedung Graha Kepri. Pertemuan itu membahas rencana pelantikan, namun belum menyentuh solusi terhadap dugaan pelanggaran.
Peserta mendesak agar DPRD dan Gubernur menunda pelantikan sampai persoalan independensi benar-benar tuntas.
Jika calon bermasalah tetap dilantik, peserta memastikan akan menempuh jalur hukum.
“Kami akan menguji proses seleksi ini lewat mekanisme hukum. Jangan sampai KPID Kepri cacat hukum sejak awal hanya karena ada calon partisan,” tegas Monalisa.
Subari menambahkan, publik menunggu komitmen DPRD dan Gubernur menjaga wibawa KPID Kepri.
“Ini bukan sekadar pelantikan, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyiaran. Kalau KPID saja sudah tidak independen, siapa yang bisa menjamin pengawasan penyiaran berjalan objektif?” ujarnya. ***