– Diperkirakan Hanya Untuk Satu Minggu Kedepan.
LINGGA (SK) — Kenaikan Harga Beras dan Gula Pasir di Kabuapten Lingga akhir-akhir ini tak terelakkan lagi, hal ini dikarenakan adanya kebijakan larangan yang keluar bahwa barang dari kawasan Free Trede Zona (FTZ) tidak lagi boleh masuk ke Lingga, karena selama ini kebutuhan sembilan bahan pokok kita datangkan dari Tanjung Pinang.
“Dengan adanya kebijakan akan larangan ini tidak saja masyarakat namun para pelaku usaha juga mengeluhkan hal ini,” ucap Muzamil, kepada wartawan di sela-sela kegiatan rapat koodinasi kebutuhan bahan pokok dan komodilti lainnya di Kabupaten Lingga, Kamis (19/03/2015) di Gedung Sanggar Praja Dabo Singkep.
Dikatakan, kebutuhan beras untuk masyarakat mencapai 940 ton per bulannya, sementara stok beras kita di bulog saat ini sekitar 500 ton, tentu saja stok ini kurang untuk satu bulan, hanya kita tidak kuatir karena bulog terus memasukkan pasokan beras.
“Saat ini yang perlu mendapat perhatian kita adalah gula pasir, karena kebutuhan akan gula bagi masyarakat Lingga mencapai 125 ton per bulannya, sementara stok gula kita tidak ada lagi, diperkirakan stok gula pasir yang kita punyai sekarang hanya untuk satu minggu kedepan,” terang Muzamil lagi.
Untuk mencari solusi tentang hal ini, hasil dari rapat koordinasi hari ini besok akan saya sampaikan kepada kepala daerah, pada Senin mendatang saya akan menyampaikannya kepada Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kepri, karena selain beliu menjabat sebagai Plt Kadis Perdagangan beliau juga merupakan sekretaris pengawasan mudah-mudahan ada solusi.
“Selain itu saya akan menindaklanjuti surat kepala daerah untuk Gubernur, yang meminta diberikan kemudahan untuk 9 bahan pokok masuk ke Lingga,” tandasnya.
Sementara itu ditempat yang sama, Junaidi, salah seorang pelaku usaha, menuturkan, sebagai pelaku usaha pihaknya hanya mengikuti aturan yang berlaku, bila barang-barang kebutuhan dari daerah FTZ seperti Batam, Bintan, Karimun (BBK) tidak boleh lagi masuk ke Lingga, tentu saja para pelaku usaha tidak akan memasukkannya dari daerah FTZ, karena tentu saja barang ini ilegal. Dan bila masuk barang-barang tersebut dari Jambi tentu masyarakat yang akan mengeluh, karena harganya akan naik.
“Dengan adanya kebijakan larangan ini, kita juga menjadi bingung, bisa saja kami memasuki barang kebutuhan tersebut dari Jambi, namun selisih harga cukup signifikan, mencapai Rp 100 ribu per saknya, setelah tiba di pengecer tentu harganya akan naik, kalau biasanya harga gula Rp10 ribu per kilonya, menjadi Rp 12-13 ribu per kilonya, sementara untuk beras ukuran 25 kilo per saknya harga biasanya Rp 175-190 ribu per kilonya, akan menjadi Rp 260 ribu per kilonya, yang kita kasihankan tentunya masyarakat karena masyarakat-lah yang terkena imbasnya,” tutupnya. (SK-Pus)