LINGGA (SK) — Encek Afrizal, Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPAD) Kabupaten Lingga menilai, masyarakat Lingga telah mempunyai keberanian yang tinggi untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi terhadap anak. Karena, KPPAD sendiri mempunyai keterbatasan dalam mensosialisasikan secara merata kepada masyarakat, dikarenakan selain faktor geografis Lingga yang terdiri dari ratusan pulau, KPPAD juga tidak didukung dengan anggaran yang memadai.
“Hal ini terlihat dari jumlah kasus yang kita tangani. Ada yang lewat diversi, dan juga ada yang sampai tuntutan di persidangan,” ungkapnya, kepada awak media, usai mendampingi persidangan anak di bawah umur di Dabo Singkep, Kamis, (19/01/2019), kemarin.
Tidak benar jika masyarakat beranggapan KPPAD minim peran, kata Encek Afrizal, karena melihat semakin tingginya jumlah kasus anak yang terjadi di Lingga. Indikator jumlah kasus, tidak bisa dijadikan acuan penilaian dalam kinerja KPPAD. Dikarenakan indikator tersebut juga menjadi acuan keberhasilan KPPAD, dalam hal meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlindungan anak.
“Sehingga, masyarakat saat ini telah semakin tinggi tingkat keberaniannya, dalam melaporkan pelanggaran kasus terhadap anak,” terangnya.
Sejak berdiri tahun 2013 hingga 2015 lalu, lanjut Encek Afrizal, anggaran yang diberikan ke KPPAD Lingga lumayan besar, hingga berhasil melaksanakan sosialisasi ke 18 Desa setiap tahunnya. Namun, setelah itu anggaran KPPAD kembali menyusut.
Katanya lagi, saat ini KPPAD sedang mencari cara lain, agar kegiatan sosialisasi tetap berjalan, salah satunya dengan melakukan penjajakan kepada pihak desa. Untuk itu, kami berharap agar pihak Desa dapat mengakomodir kegiatan sosialisasi pengawasan dan perlindungan anak.
“Hal ini, tentunya akan sangat membantu kerja KPPAD, karena pihak Desa tentu lebih mudah mengumpulkan masyarakatnya,” paparnya.
Sebelum UU tentang pengawasan dan perlindungan anak ada, tambah Encek Afrizal, yang juga secara otomatis melahirkan lembaga penegak aturan salah satunya KPPAD, kasus anak di Kabupaten Lingga bisa dikatakan tidak ada. Itu bukan karena pelanggaran terhadap anak yang tidak ada di Lingga, namun karena rendahnya kesadaran dan keberanian masyarakat khususnya korban.
“Karena rendahnya kesadaran masyarakat, untuk melaporkan dan membawa kasus tersebut hingga ke proses hukum,” sebutnya.
Kita berharap, dengan semakin tingginya tingkat keberanian masyarakat dalam melaporkan kasus pelanggaran terhadap anak, dapat menekan angka kejadian terhadap kasus anak di kabupaten tersebut.
“Selain itu, kedepannya kesadaran Pemerintah Desa dan masyarakat, juga semakin tinggi dalam mendukung kegiatan pengawasan dan perlindungan anak di desanya masing-masing,” unggahnya. (SK-Pus)