HEADLINEHUKRIMTANJUNG PINANG

Kronologis Kejadian Kasus Korupsi Tablet BOS oleh ASN SMP Negeri 1 Tanjung Pinang, 217 Unit Dijual Secara Ilegal

×

Kronologis Kejadian Kasus Korupsi Tablet BOS oleh ASN SMP Negeri 1 Tanjung Pinang, 217 Unit Dijual Secara Ilegal

Sebarkan artikel ini
Sidang Korupsi Tablet BOS, ASN di Tanjung Pinang Divonis 6,9 Tahun Penjara dan Wajib Bayar Ganti Rugi Rp393 Juta. (Foto : Asfanel)

TANJUNG PINANG – Kasus korupsi yang melibatkan Akbar Hidayat, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di SMP Negeri 1 Tanjung Pinang, terungkap setelah ia menjual secara ilegal 217 unit tablet yang diperuntukkan bagi siswa. Tablet ini merupakan bagian dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kinerja yang disalurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 2019 dengan nilai total Rp505 juta.

Perangkat tersebut direncanakan untuk mendukung pembelajaran daring selama pandemi Covid-19. Namun, sebagian besar tablet tersebut hilang, dan setelah dilakukan penyelidikan, diketahui bahwa Akbar Hidayat menjual tablet tersebut kepada pihak ketiga, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

Kronologis Kejadian:

  1. Penyaluran Bantuan BOS
    Pada tahun 2019, SMP Negeri 1 Tanjung Pinang menerima BOS Kinerja sebesar Rp505 juta yang disalurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dana tersebut digunakan untuk pembelian 243 unit tablet Samsung. Tablet tersebut diperuntukkan bagi siswa guna mendukung pembelajaran daring selama masa pandemi Covid-19 yang sedang meningkat pada saat itu.
  2. Penjualan Tablet oleh Terdakwa
    Pada tahun 2020, Akbar Hidayat, yang bertugas sebagai pengurus barang di SMP Negeri 1 Tanjung Pinang, diduga mulai menjual 217 unit tablet tersebut secara ilegal. Tablet tersebut dijual dengan harga kisaran Rp800 ribu hingga Rp1 juta per unit, tergantung kondisi perangkat, dengan yang masih bersegel dihargai lebih tinggi. Penjualan dilakukan baik secara langsung kepada pembeli maupun melalui media sosial.
  3. Pengungkapan Kasus
    Kasus ini terungkap setelah pergantian Kepala SMP Negeri 1 Tanjung Pinang yang baru pada tahun 2021. Kepala sekolah yang baru tersebut melakukan audit dan pengecekan terhadap seluruh aset sekolah, termasuk tablet hasil BOS Kinerja tahun 2019. Dari total 243 tablet, ditemukan hanya beberapa unit yang tersisa di gudang, sementara 217 unit lainnya hilang. Ketika ditanya, Akbar awalnya tidak mengakui perbuatannya, tetapi akhirnya kasus ini dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kota Tanjung Pinang dan kemudian dilanjutkan ke Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang untuk proses hukum.
  4. Proses Hukum
    Akbar Hidayat kemudian diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang. Dalam persidangan yang digelar pada Rabu (2/10/2024), Akbar dinyatakan bersalah atas tindakan korupsi dengan menyalahgunakan aset negara berupa tablet. Majelis Hakim yang diketuai oleh Siti Hajar Siregar SH MH menjatuhkan vonis 6,9 tahun penjara, yang terdiri dari hukuman pokok 4 tahun penjara, ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Akbar juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp393,276,044. Majelis hakim juga memerintahkan penyitaan seluruh harta kekayaan terdakwa. Jika nilai harta kekayaannya tidak mencukupi, hukuman penjara akan ditambah 2 tahun 3 bulan.

  1. Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
    Vonis yang diberikan majelis hakim lebih ringan 6 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang, Bambang Wiratdani SH, yang sebelumnya menuntut Akbar dengan hukuman 4 tahun 6 bulan penjara. Terkait vonis tersebut, baik pihak JPU maupun terdakwa melalui kuasa hukumnya, Janwahyu Alhaadi SH, masih menyatakan pikir-pikir dalam sepekan yang diberikan oleh majelis hakim untuk menentukan apakah akan menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.

Penjualan Ilegal dan Dampak pada Siswa
Perbuatan Akbar Hidayat telah berdampak serius pada hak siswa SMP Negeri 1 Tanjung Pinang. Tablet yang seharusnya digunakan untuk mendukung pembelajaran daring selama pandemi, malah dijual untuk keuntungan pribadi. Akibatnya, sekolah tidak dapat memberikan bantuan yang optimal kepada siswa yang membutuhkan perangkat belajar.

Atas tindakannya, Akbar Hidayat dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan berlanjut.

Kasus ini menjadi perhatian publik sebagai bentuk penyalahgunaan dana pendidikan yang merugikan siswa serta mencoreng nama baik institusi pendidikan. Pihak berwenang berjanji akan terus memproses kasus ini dengan tegas sebagai upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya di sektor pendidikan. ***

banner 200x200
Follow