TANJUNGPINANG — Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau mengungkap adanya pola pelanggaran dalam pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari jasa pemanduan dan penundaan kapal di wilayah pelabuhan Batam. Audit tersebut menjadi dasar bagi Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) dalam menelusuri dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan PT Bias Delta Pratama.
Dalam laporan hasil audit BPKP Nomor PE.03.03/LHP-355/PW28/5/2024 tertanggal 17 September 2024, ditemukan kerugian keuangan negara sebesar 272.497 dolar AS atau sekitar Rp4,5 miliar.
Nilai tersebut berasal dari tidak disetorkannya PNBP hasil kegiatan pemanduan dan penundaan kapal oleh PT Bias Delta Pratama kepada BP Batam.
BPKP menemukan bahwa sejak tahun 2015 hingga 2021, PT Bias Delta Pratama telah melakukan kegiatan jasa pemanduan dan penundaan kapal di perairan Kabil dan Batu Ampar tanpa adanya kerja sama operasional (KSO) resmi dengan BP Batam.
Padahal, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, setiap kegiatan jasa kepelabuhanan wajib memiliki dasar hukum berupa perjanjian kerja sama dengan otoritas pelabuhan.
Perusahaan tersebut hanya berpedoman pada Peraturan Kepala (Perka) Nomor 16 Tahun 2012 yang mengatur tentang pembagian pendapatan, di mana 20 persen dari hasil jasa kapal tunda harus disetorkan sebagai bagi hasil.
Namun dalam praktiknya, kegiatan pemanduan kapal dilakukan berdasarkan kesepakatan internal antara penyedia jasa dan pihak pelabuhan, tanpa adanya landasan hukum yang kuat.
“Tidak adanya KSO antara PT Bias Delta Pratama dan BP Batam mengakibatkan negara tidak memperoleh pendapatan yang seharusnya diterima,” demikian tertulis dalam laporan audit BPKP tersebut.
Temuan BPKP ini menjadi salah satu bukti kuat bagi Kejati Kepri untuk menindaklanjuti kasus dugaan korupsi pengelolaan PNBP jasa kepelabuhanan.
Tim penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri telah menerima pengembalian uang kerugian negara dari Direktur Utama PT Bias Delta Pratama, Abdul Chair Husain, senilai 272.497 dolar AS.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kepri, Mukharom, S.H., M.H., yang memimpin langsung proses penyerahan tersebut, memastikan bahwa uang pengembalian telah disita dan dititipkan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Tanjungpinang KCP Pamedan atas nama Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kajati Kepri), Jehezkiel Devy Sudarso, menegaskan bahwa pemulihan keuangan negara menjadi prioritas utama Kejati Kepri dalam setiap penanganan perkara korupsi.
“Konsentrasi penegakan hukum tidak hanya fokus pada pemidanaan pelaku, tetapi juga pada pemulihan kerugian keuangan negara yang pastinya memerlukan cara luar biasa,” ujar Kajati Kepri.
Ia menambahkan, pengembalian uang negara tidak serta merta menghapus pidana, melainkan menunjukkan bentuk tanggung jawab pelaku terhadap kerugian yang ditimbulkan.
BPKP menilai, kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pengelolaan jasa kepelabuhanan di wilayah Batam dan Kepulauan Riau.
Lembaga audit tersebut juga merekomendasikan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap mekanisme kerja sama antara badan usaha pelabuhan dan otoritas pelabuhan untuk menghindari penyimpangan di masa mendatang.
“Temuan seperti ini harus menjadi dasar untuk memperbaiki sistem pengelolaan pendapatan negara, terutama yang bersumber dari jasa kepelabuhanan yang strategis,” tulis BPKP dalam laporannya. ***