Oleh : Wiska Adelia Putri
Siswa Kelas XI, SMP IT Al Madinah, Tanjungpinang, Provinsi Kepri.
SIJORI KEPRI — Tiada awan di langit yang tetap, sehingga tiada mungkin terus menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam (R.A. Kartini).
Kalimat tersebut terukir indah dalam buku kumpulan surat-surat yang ditulis oleh Kartini kepada teman-temannya di Eropa berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Kumpulan surat-surat tersebut dibukukan oleh J.H. Abendanon, dengan judul “Door Duisternis Tot Licht”, yang arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”.
Buku kumpulan surat-surat Kartini diterbitkan pertama kali pada tahun 1911. Buku ini sangat menginspirasi dan memotivasi, agar kita tetap berjuang untuk mencerdaskan bangsa lewat membaca.
Kartini merupakan sosok wanita pejuang yang pantang menyerah, walaupun selalu dihambat oleh adat dan penjajahan. Semangatnya untuk maju, terutama memajukan kaumnya (wanita) tidak pernah surut. Kendati beliau tidak dapat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, namun, semangatnya untuk maju tetap berkobar.
Semangat itu diwujudkannya melalui dunia membaca dan menulis. Kartini merupakan sosok wanita kutu buku, penulis, dan pejuang yang peduli dengan kaumnya, yang selalu terbelakang, buta huruf, terhimpit dan terpenjara oleh feodalisme.
Bagi Kartini, kaumnya bisa terhindar dari keterbelakangan itu, bila memiliki ilmu pengetahuan. Dan, pengetahuan itu akan diperoleh melalui membaca. Sesuai dengan pendapat seorang penulis, bahwa orang tanpa pengetahuan tidak bernilai dalam kehidupan (Robert Steinbach). Begitu pentingnya arti dari membaca itu.
Kartini sudah membuka jalan bagi wanita untuk meningkatkan pengetahuan lewat membaca. Beliau juga sudah mengobarkan semangat kepada Bangsa Indonesia, betapa pentingnya membaca. Namun, apa kenyataan yang kita hadapi saat ini? Kenyataannya negara kita sulit untuk maju dan salah satu penyebabnya adalah malas membaca.
Masih Kurang
Menurut studi yang dilakukan oleh International Associaton for the Evalution of Education Achicievement (IEA) menyimpulkan, di Asia Timur tingkat terendah membaca dipegang oleh Negara Indonesia. Kemampuan orang Indonesia dalam menguasai bahan bacaan hanya 30 persen. Bahkan angka melek hurup orang Indonesia pada tahun 2009 pun hanya 65,5 persen. Dan pada tahun 2013 naik menjadi 73,9 persen.
Hal itu membuktikan, bahwa di Indonesia sedikit sekali orang yang gemar membaca, bahkan tidak sedikit pula orang yang tak bisa membaca. Akibat dari kurangnya motivasi dari luar dan diri sendiri, membaca sering dianggap sebagai kegiatan yang membosankan. Ada pula yang beranggapan, membaca itu hanya teman anak sekolahan, sehingga ketika lulus tidak lagi menjadi teman hidup atau tak lagi menjadi hal yang patut diperjuangkan. Membaca dianggap sebuah kegiatan yang membosankan.
Banyak remaja yang beranggapan, kegiatan membaca hanya dilakukan saat akan ulangan, atau saat berada di sekolah saja. Itupun dilakukan dengan keadaan terpaksa. Parahnya lagi, ada yang menganggap membaca itu hanya kegiatan membuang waktu atau sia-sia. Membaca membuat mereka kehilangan waktu untuk bersosmed ria. Membuat mereka kehilangan waktu untuk berkumpul bersama teman-teman mereka.
Padahal, membaca merupakan hal yang jauh lebih penting dari pada sosial media yang selama ini mereka bangga-banggakan, lebih penting dari kumpul-kumpul membicarakan hal-hal yang berbau gosip atau menonton televisi. Mereka yang telah terlena oleh pesona kecanggihan teknologi sulit untuk membudayakan kegiatan membaca ini.
Sebenarnya, belum terlambat bagi para remaja untuk menjadikan membaca sebagai gaya hidup. Para remaja haruslah berkaca pada negara-negara yang komunitas adalah pembaca akut, seperti Jepang. Remaja harus meneruskan jasa-jasa pahlawan penddikan dahulu, seperti Kartini, yang telah membuat keselarasan antara lelaki dan perempuan, untuk dapat mengecap pengetahuan. Para remaja, sebagai penerus bangsa, haruslah menjadi generasi kuat untuk membangun negeri dan menghadapi serangan globalisasi dari luar. Untuk menghadapi itu semua, diperlukan ilmu pengetahuan. Faktor utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan adalah melalui membaca.
Remaja sebagai generasi muda, akan sangat berpengaruh bagi kemajuan di Indonesia. Untuk itu, diharapkan para remaja melepaskan diri dari ha-hal yang dapat menghancurkan remaja itu sendiri dan masa depan bangsa. Remaja harus bertekad di dalam dirinya untuk menjadikan membaca sebagai gaya hidup. Bila membaca dijadikan gaya hidup, akan sulit untuk ditinggalkan, karena jika kita satu hari saja tak membaca akan terasa ada yang hilang. Begitu juga dengan orang dewasa di Indonesia yang seharusnya menjadi contoh dan motor penggerak dalam membudayakan membaca justru bertindak sebaliknya.
Karyawan kantor adalah orang yang pastinya berpendidikan dan pasti tahu akan pentingnya membaca dan menulis. Karena, karyawan kantor biasanya telah lulus kuliah. Lulus kuliah adalah hal yang memerlukan proses belajar yang panjang dan tidak mudah.
Namun, setelah mereka mendapatkan “gelar orang kantoran”, banyak yang telah merasa puas dan tak melanjutkan lagi proses pembelajaran mereka. Waktu yang mereka dapati di kantor hanya dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus mereka kerjakan, dan bila telah selesai, obrolan sesama karyawan pun dimulai.
Mereka tak pernah memikirkan hal yang berhubungan dengan membaca, banyak hal yang lebih penting yang harus dikerjakan dari pada membaca. Menurut mereka, pengetahuan yang telah mereka dapat selama mereka mengikuti proses pembelajaran sudah cukup. Tidak perlu lagi menambah wawasan tentang dunia yang luas dan penuh misteri ini.
Karyawan kantor saja menganggap membaca adalah hal yang tidak lagi penting. Apalagi, masyarakat umum. Contohnya saja bapak-bapak yang suka berpergian ke kedai kopi untuk sejenak mengistirahatkan diri dari kepenatan duniawi. Banyak dari mereka yang memanfaatkan waktu mereka untuk mengobrol sesamanya. Seharusnya bapak-bapak yang telah melewati waktu lebih lama, memberikan banyak contoh yang lebih baik untuk remaja-remaja zaman sekarang untuk lebih giat lagi untuk membaca.
Orang-orang dewasa merupakan teladan penting bagi orang muda, harus merubah gaya hidupnya. Dari bapak-bapak yang biasa duduk di kedai kopi, membicarakan hal yang tidak penting menjadi bapak-bapak yang bisa memberikan contoh, dengan mengubah kebiasaan lama, yaitu duduk ngopi sambil membaca.
Ibu-ibu rumah tangga yang gemar menonton sinetron di televisi, hendaklah nonton sambil pegang buku dan membaca saat iklan disajikan sebagai selingan. Sebagai seorang ibu, harus menyadari betapa pentingnya menambah ilmu baru lewat membaca, agar dapat mendidik anaknya dengan baik dan dapat menjadi contoh bagi anaknya juga.
Begitu juga saat bepergian, hendaklah membawa buku dan dapat membacanya sepanjang perjalanan. Jangan hanya duduk lalu tertidur di kendaraannya, menjadi orang yang memanfaatkan waktu lenggang itu untuk membaca buku, merupakan suatu yang sangat terpuji, karena kita dapat menambah ilmu.
Orang dewasa harus menjadi contoh bagi remaja zaman sekarang, untuk menjadikan membaca sebagai gaya hidup. Jika orang dewasa telah memberikan contoh yang baik, pastinya generasi penerus juga akan meneruskan hal yang memang patut untuk ditiru. Memang semuanya tidak dapat diubah secara mendadak, karena kesukaan terhadap bacaan butuh proses yang panjang tidak dapat dibentuk secara instan. Mulailah dari yang kecil, tetapi rutin untuk mendapatkan yang besar nantinya.
Semangat Kartini Harus Dipupuk
Semangat perjuangan Kartini yang membuka mata kita untuk mengenal dunia dan hidup melalui membaca, hendaklah tetap dipupuk. Apalagi zaman sekarang yang serba mudah untuk menemukan bahan bacaan. Membaca sekarang tidak lagi memerlukan biaya mahal untuk membeli buku, karena sudah banyak tersedia fasilitasnya, seperti perpustakaan, internet, dan media lainnya.
Membaca juga sebenarnya tidak membutuhkan waktu khusus, karena kita dapat melakukannya kapan dan di mana saja. Semuanya terpulang kepada kita, apakah mau mengubah gaya hidup kita menjadi gemar membaca atau tidak. Mudah-mudahan semangat yang sudah dikobarkan oleh Kartini, tidak akan mati ditelan zaman, sehingga kita akan menjadi bangsa yang kuat dan maju dengan mengubah pola hidup yang malas membaca, menjadi pola hidup yang gemar membaca.***