TANJUNG PINANG – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) tengah mencari solusi untuk mengurangi dampak pemberhentian pegawai non-ASN dengan menerapkan skema outsourcing di lingkungan pemerintahan. Hal ini dibahas dalam rapat penataan pegawai non-ASN yang digelar di Ruang Rapat Utama (Rupatama) Lt. 4 Dompak, Kota Tanjung Pinang, pada Senin (10/3/2025).
Rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepri, Adi Prihantara, serta dihadiri oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kepri, Yenny Trisia Isabela, dan perwakilan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.
Dalam laporannya, Kepala BKD Kepri, Yenny Trisia Isabela, menjelaskan bahwa pengalihan status tenaga non-ASN harus sesuai dengan aturan yang berlaku dan memerlukan persetujuan dari Gubernur Kepri.
“Konsep penataan tenaga non-ASN harus mengacu pada regulasi agar tidak menyalahi aturan dalam pengelolaan kepegawaian,” ujar Yenny.
Merujuk pada Surat Gubernur Nomor: 8/800/64/BKDKORPRI-SET/2025 tentang Penataan Pegawai Non-ASN, terdapat ketentuan bagi tenaga teknis administrasi yang tidak dapat diperpanjang masa kerjanya, yaitu:
- Pegawai Non-ASN Tenaga Teknis Administrasi dengan masa kerja kurang dari 2 tahun.
- Pegawai Non-ASN Tenaga Teknis Administrasi dengan masa kerja lebih dari 2 tahun, tetapi tidak terdata dalam pangkalan data BKN dan telah mengikuti seleksi CPNS.
Namun, bagi tenaga kerja lain seperti sopir, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan, Pemprov Kepri membuka opsi penggunaan skema outsourcing melalui pihak ketiga, dengan persetujuan gubernur terlebih dahulu.
Sekda Kepri, Adi Prihantara, menegaskan bahwa pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan tenaga kerja di setiap OPD meskipun aturan yang berlaku saat ini tidak memungkinkan pengangkatan tenaga honorer baru.
“Gubernur telah menerima laporan bahwa beberapa OPD masih membutuhkan tenaga kerja. Namun, kita harus menyesuaikan dengan aturan yang berlaku. Oleh karena itu, kita mencari solusi yang tidak melanggar regulasi,” ungkap Adi.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penerapan sistem outsourcing untuk tenaga kerja yang masih dibutuhkan, sehingga dapat mengurangi dampak pemberhentian tenaga harian lepas (THL) secara langsung.
“Kita harus mengatur mekanisme yang jelas agar tenaga yang masih dibutuhkan tetap bisa bekerja dengan skema yang sesuai aturan,” tambahnya.
Adi Prihantara juga menjelaskan bahwa tenaga outsourcing nantinya akan memiliki sistem kerja yang berbeda dari pegawai non-ASN sebelumnya, antara lain:
- Absensi tidak lagi menggunakan sistem SIAP, tetapi mengikuti aturan masing-masing OPD.
- Gaji tenaga outsourcing tidak masuk dalam kategori belanja pegawai, melainkan dalam kategori kegiatan yang telah disesuaikan dengan anggaran pemerintah daerah.
Pemprov Kepri meminta seluruh OPD untuk melakukan verifikasi dan pembaruan data pegawai non-ASN di lingkungan masing-masing agar kebijakan ini dapat diterapkan dengan merata dan tepat sasaran.
“Kami harap seluruh OPD memiliki persepsi yang sama dalam penataan ini agar prosesnya berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan kebingungan di lapangan,” tutup Adi Prihantara.
Dengan langkah ini, Pemprov Kepri berupaya mencari solusi terbaik agar tenaga kerja yang masih dibutuhkan tetap dapat bekerja dengan sistem yang lebih terstruktur dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. ***