TANJUNG PINANG — Sidang lanjutan gugatan perdata terkait jual beli 10 bidang tanah seluas 2,46 hektare senilai Rp18 miliar pada tahun 2019 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Rabu (18/12/2024).
Gugatan diajukan oleh Arbain (Penggugat) melawan Hai Seng (Tergugat), dengan Hendy Bakry Agustino SE SH M.Kn, seorang Notaris dan PPAT di Tanjung Pinang, turut dilibatkan sebagai Turut Tergugat.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua PN Tanjung Pinang, Irwan Munir SH MH, menghadirkan 2 (dua) saksi dari pihak Tergugat.
Saksi pertama, Heri, mengaku pernah mengantarkan uang miliaran rupiah dalam bentuk dolar Singapura ke kantor notaris, sedangkan saksi kedua, Siti Sundari, Ketua RT setempat, menyebut mengetahui status lahan yang menjadi objek sengketa.
Kesaksian Saksi yang Diragukan
Heri, yang bekerja di PT Mulya Multi Remed (perusahaan penukaran uang), mengklaim diminta oleh atasannya untuk mengantar uang kepada Tergugat di kantor Notaris pada tahun 2019.
Namun, kesaksiannya dinilai lemah karena tidak memiliki bukti pengantaran uang tersebut.
“Saya hanya disuruh Bos (Robby) untuk antarkan uang dalam bentuk dolar Singapura. Tidak ada bukti surat, saksi lain, atau dokumentasi,” ujar Heri, saat ditanya oleh majelis hakim dan kuasa hukum Penggugat.
Yang lebih mengherankan, Heri mengaku tidak mengenal Tergugat maupun Penggugat serta tidak mengetahui detail jual beli tanah yang menjadi sengketa. Keterangan ini membuat majelis hakim meragukan keabsahan kesaksiannya.
Sementara itu, Siti Sundari, Ketua RT setempat, menyatakan bahwa tanah dan bangunan pabrik di Jalan Rawasari tersebut dulunya milik Penggugat. Namun, ia mengaku mendengar bahwa lahan tersebut telah dijual kepada Tergugat, meskipun tidak mengetahui detail transaksi.
Notaris Tidak Hadir
Hendy Bakry Agustino, selaku Turut Tergugat, sempat terlihat di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang sebelum sidang dimulai.
Namun, ia meninggalkan lokasi dengan terburu-buru sebelum sidang dimulai. Kuasa hukum Tergugat menyatakan bahwa Turut Tergugat tidak dapat hadir karena urusan lain.
Ketidakhadiran Hendy sebagai pihak yang membuat akta perjanjian jual beli tanah menjadi sorotan.
Dalam akta tersebut dinyatakan bahwa pembayaran senilai Rp18,48 miliar telah lunas, meski kenyataannya, pembayaran baru mencapai Rp9,16 miliar hingga saat ini.
Tanggapan Kuasa Hukum Penggugat
Kuasa hukum Penggugat, Rivai Ibrahim SH dan Raja Azman, menyebut kesaksian yang dihadirkan Tergugat tidak relevan.
“Keterangan saksi sangat diragukan. Mereka tidak tahu apa-apa terkait sengketa ini,” tegas Rivai.
Gugatan didasarkan pada perjanjian jual beli yang tertuang dalam Akta Perjanjian Jual Beli Nomor: 15 tertanggal 6 Mei 2019.
Penggugat menyerahkan 10 sertifikat tanah kepada Notaris dengan ketentuan bahwa sertifikat hanya dapat diserahkan kepada Tergugat setelah pembayaran lunas.
Namun, tiga sertifikat telah diserahkan kepada Tergugat meski pembayaran belum tuntas, menyisakan kekurangan Rp9,32 miliar.
Sidang berikutnya akan melanjutkan pembuktian, termasuk menghadirkan saksi tambahan dan kemungkinan klarifikasi dari Turut Tergugat. ***