Oleh: Maswito
*) Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Provinsi Kepri
KENDATI pernah menjadi Gubernur Riau pertama yang berkedudukan di Tanjungpinang, sosok SMAmin Nasution yang juga dikenal dengan nama pena Kroeng Raba Nasution mungkin sudah terlupakan bagi masyarakat Kepri.
Untuk mengenal kembali sosok SM Amin, berikut catatannya:
Kilas Balik
NAMANYA memang tidak setenar pejuang lainnya di republik ini seperti halnya Bung Karno atau Bung Hatta. Namun sejarah telah mencatatnya dalam “tinta emas” perjalanan panjang perjuangan bangsa ini dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan.
Sejumlah jabatan penting pada masa pemerintahan Bung Karno pernah dipegangnya, termasuk jabatan sebagai Gubernur pertama di tiga provinsi berbeda yakni: Sumatera Utara, DI Aceh dan Riau berkedudukan di Tanjugpinang.
Berbagai julukan melekat pada dirinya. Pendekar hukum dan keadilan yang berani dan disegani, pendidik, politikus, pejuang sejati, diplomat ulung, penulis dan pengarang buku yang produktif, dan berbagai julukan lainnya. Hanya gelar “Pahlawan Nasional” yang belum diberikan pemerintah kepada dirinya. Inilah kilas balik perjuangan Sutan Muhammad Amin Nasution alias SM Amin Nasution yang mulai dilupakan atau terlupakan. Tokoh Sumpah Pemuda.
SM AMIN dan sejumlah pemuda yang menjadi tokoh penting di balik peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 pernah diusulkan jadi Pahlawan Nasional. Sebagai anggota Komite 9 bersama Muhammad Yamin sepanjang hidupnya SM Amin telah memperlihatkan nilai kejuangan, patrotisme, pemikiran, dan kepribadian yang luar biasa untuk memperjuangkan Indonesia yang bersatu dan berdaulat.
“SM Amin merupakan tokoh besar yang, jika mengacu ke konsep pahlawan nasional pemerintah Indonesia, layak diusulkan menjadi pahlawan nasional,” kata dosen Jurusan Sejarah, sebagai dikutif dari Melayu.com ini.
Bahkan kata Ichwan, SM Amin tidak hanya tokoh yang penting untuk diusulkan menjadi pahlawan nasional, tapi yang lebih penting lagi, bagaimana tokoh besar ini dapat dipelajari sehingga bisa menjadi bagian dari memori yang hidup bagi masyarakat Sumatera Utara, Aceh dan Riau. Ini mengingat di tiga provinsi inilah beliau pernah berkiprah sebagai gubernur di masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia,” tandas dosen sejarah ini.
Ichwan Azhari menyebutkan, sejak menjadi mahasiswa, SM Amin aktif dalam kegiatan perjuangan berdirinya negara Indonesia. Dia juga ikut dalam komite gerakan Indonesia Muda yang berhasil melebur organisasi-organisasi pemuda kedaerahan/kesukuan menjadi perhimpunan yang mengutamakan ke-Indonesiaan, hingga lahir Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Setamat kuliah sebagai sarjana hukum (Mr./ Meester in de Rechten), S M Amin tidak bersedia menjadi pegawai negeri yang mengabdi pada kepentingan pemerintah Belanda, walau dengan gelar itu sangat terbuka untuk menjadi kaya secara finansial dan sangat dibutuhkan memperkuat instrumen pemerintah Belanda.
“Sebaliknya, dia berprofesi sebagai pengacara untuk menegakkan keadilan dan tinggal di daerah yang penuh gejolak di Kutaradja (Banda Aceh). Sebuah sikap keteladanan yang dapat dicitrakan sebagai bentuk perlawanan terhadap rezim kolonialisme,” tutur Ichwan.
Pada masa pendudukan Jepang, SM Amin bekerja sebagai Direktur Sekolah Menengah di Kutaradja (Banda Aceh) yang berhasil merangsang tumbuhnya kader-kader berjiwa nasional. Kemudian, setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, dalam kedudukannya sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara, SM Amin terus melakukan perlawanan kepada Belanda, baik pada agresi militer Belanda I maupun II. Akibat keberaniannya melawan Belanda, dia pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. SM Amin juga ikut berjuang tegaknya negara dalam jalur diplomatik dimana beliau dilibatkan dalam perundingan Linggarjati antara Republik Indonesia dan pemerintah Belanda.
Ichwan mengatakan, SM Amin juga merupakan tokoh integrasi. Semasa menjadi Gubernur Sumatera Utara, dia ditugaskan untuk menyelesaikan konflik serta perlawanan daerah Aceh terhadap pemerintah pusat. Dia dianggap mempunyai kemampuan dan dianggap sangat berjasa karena berhasil menyelesaikan ancaman desintegrasi bangsa di Aceh melalui pendekatan perundingan dan negosiasi,” papar Ichwan.
Gubernur Pertama Riau
Diawal kemerdekaan, SM Amin pernah menjabat gubernur pertama di tiga provinsi yang berbeda. Yakni Sumatera Utara, Aceh dan Riau. SM Amin satu-satunya gubernur di Indonesia yang dilantik oleh Presiden Soekarno. Peristiwa “bersejarah” ini terjadi di Sumatera Utara. Pada 19 Juni 1948, Presiden Soekarno melantik SM Amin sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif dalam suatu upacara yang dilangsungkan di Pendopo Keresidenan Aceh Provinsi Sumatera Utara.
Upacara ini dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Sukiman Wiryosandjoyo serta rombongan presiden lainnya. Pembesar daerah yang hadir antara lain Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo Residen Aceh – T. TM.Daudsyah, Sultan Siak Syarif Kasim dan lain-lain. Kemudian, ketika dilantik sebagai Gubernur Riau pada 5 Maret 1958 tempat pelantikannya sama dengan menantunya Ismeth Abdullah ketika dilantik sebagai Gubernur Kepri pertama pada 21 Nopember 2005 di Gedung Daerah Tanjungpinang.
“Tempat pelantikan saya sebagai Gubernur Kepri sama persis dengan orang tuanya Ibu Aida ketika dilantik jadi Gubernur Riau yakni di teras Gedung Daerah,” kenang Ismeth Abdullah.
Tercatat juga dalam sejarah, mertua dan menantu ini sebagai gubernur pertama dalam lintas perjalanan republik ini. Jika sang mertua (SM Amin, red) adalah gubernur pertama Riau, menantunya (Ismeth Abdullah, red) adalah gubernur pertama di Kepri yang merupakan pecahan dari Provinsi Riau .
“Ini karunia yang tak terhingga dari-Nya,” ujar Ismeth Abdullah.
Dalam lintas sejarah perjalanan panjang republik ini “memori” generasi muda di tiga provinsi (Sumatera Utara, Aceh dan Riau) terhadap SM Amin sudah berkurang bahkan mulai hilang ditelan arus globalisasi. Hal itu disebabkan, sejarah masa lalu itu sekarang mulai dilupakan. Semboyan Proklamator Bung Karno dengan “jas merah atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah” sudah ditinggalkan oleh generasi muda.
Kemudian semboyan Bung Karno lainnya, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya,” hanya gaungnya sudah mulai hilang. “Saat ini banyak generasi muda lebih kenal bintang film, artis sinetron, dan pemain sepakbola ketimbang nama pahlawan nasional yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk bangsa ini.”
Tolak Tawaran Bung Karno
KENDATI seorang “pejabat penting” pada masanya, namun SM Amin tidak pernah memanfaatkan jabatannya itu untuk kepentingan pribadi apalagi untuk anak-anaknya.
“Sepulang kerja dari kantor mobil dinas ayah kami sudah di parkir di garasi rumah. Kami tidak boleh memakainya untuk kepentingan lain. Waktu kecil kami ke mana-mana jalan kaki, naik sepeda atau angkot jika mau jalan-jalan. Kalau naik mobil dinas, bisa dihitung dengan jari.” Kenang anaknya Aida Ismeth.
Sekarang? Kita bisa melihat sediri ada oknum pejabat yang enggan mengembalikan mobil dinas ketika sudah lengser dari jabatannya. Mobil dinas pun sekarang lebih banyak dipakai untuk kepentingan pribadi daripada kepentingan dinas. Jika hari libur, di tempat-tempat rekreasi atau di mal-mal, mobil “berplat merah” itu parkir seenaknya. “Beda dulu dengan sekarang. Dulu pejabat malu memakai mobil dinas di luar jam dinasnya. Sekarang malah sebaliknya. Kita bisa melihatnya, inilah realitas, bukan mengada-ngada.
Dan, sebagai manusia, SM Amin bukanlah tife manusia yang ambisius dan haus kekuasaan. Pernah suatu ketika dia ditawari rumah dinas oleh Bung Karno. Namun, tawaran tersebut ditolaknya dengan alasan dirinya sudah memiliki rumah pribadi. Kemudian, suatu ketika Bung Karno lagi-lagi menawari jabatan menteri dalam kebinetnya. Lagi-lagi ditolaknya dengan alasan tak baik memegang jabatan terlalulama.
Memang Waktu Bung Karno menawari jabatan sebagai menteri kepadanya, SM Amin memang sudah malang melintang memegang berbagai jabatan penting di republic ini. Di hari tuanya dia ingin pensiun dan berkumpul bersama keluarga dan anak-anaknya . Bung Karno akhirinya memaklumi dan menghormati penolakan SM Amin.
Selain itu SM Amin teguh memegang prinsip. Dia tidak segan-segan dan berani menolak perintah atasan jika tidak sesuai dengan pikirannya. Namun penolakan itu disampaikannya dengan santun sehingga atasannya paham dan mengerti. Kesan asal bapak senang dan cari muka seperti kebanyakan pejabat saat ini sangat jauh dari ayah saya. Ayah saya santun, tapi tegas dalam menyampaikan kebenaran.
Karena sikapnya yang selalu mengedepankan prinsip akhlak mulia itulah SM Amin termasuk pejabat yang disegani pada masanya, termasuk oleh Bung Karno sendiri. “Kami dapat cerita hal itu dari teman-teman seperjuangan ayah,” katanya.
Ahli Hukum
KONSISITEN dalam bersikap, tegas dalam bertindak, teguh pendirian, santun dalam menyampaikan aspirasi. Itulah sikap yang melekat dalam diri SM Amin. Tidak mengherankan dengan sikap seperti itulah dia tak hanya disegani kawan tapi juga lawan politiknya. Proklamator Bung Karno, termasuk salah seorang yang segan terhadap dirinya.
“Bung Karno itu segan kepada ayah saya. Banyak pejuang beraliran keras dipenjarakan Bung Karno karena dianggap berseberangan dengan dirinya. Namun ayahnya “aman-aman” saja tu alias tidak disentuh oleh Bung Karno,” kenang anaknya Aida Ismeth.
SM Amin satu diantara tokoh yang sering mengkritik Bung Karno. Namun kritikannya itu disampaikan dengan sopan dan santun. Dan kritikannya itu juga dilandasi dasar hukum yang jelas sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagai orang hukum. Itulah mengapa Bung Karno segan dengan ayahnya karena kritikan yang disampaikannya tidak “asbun” atau asal bunyi atau sekadar “carmuk” atau cari muka. Sikap apa adanya yang ditunjukkan SM Amin sampai akhir hayat menjemput ajalnya.
“Ayah tidak meninggalkan warisan atau harta yang melimpah seperti rumah mewah dan lain-lain untuk anak-anaknya,” ujarnya. Ayahnya kata Aida hanya mewarisi ilmu yang bermanfaat dan teladan hidup yang sedehana,” ungkap mantan anggota DPD RI utusan Provinsi Kepri ini.
Pengarang Sukses
Di dunia kepegarangan, SM Amin merupakan salah seorang pengarang yang mumpu. Dengan nama pena Kroeng Raba Nasution dia telah melahirkan banyak buku, terkait dengan hukum, politik dan pemerintahan. Buku-bukunya menjadi rujukan perguruan tinggi di dalam dan luar negeri. Buku-bukunya juga mendapat tempat tersendiri di negara Balanda. Di Negara “Kincir Angin” tersebut, dengan muda ditemukan buku-buku karangan SM Amin berkaitan dengan hukum dan pamerintahan.
Dan, buku-bukunya itu dicetak ulang oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Sebagaian karyanya itu juga pernah dipamerkan dalam pameran sampena HUT Provinsi Sumatera Utara ke-64 yang jatuh pada 15 April 2012. Dalam pameran itu juga ditampilkan sosok SM Amin sebagai Gubernur Sumatera Utara pertama dalam bentuk foto dan poster. Pameran ini bertujuan agar masyarkat di Sumatera Utara mengenal siapa sosok gubernur mereka yang pertama. Selanjutya pada Juli diluncurkan buku-buku karya SM Amin.
Hasil karyanya di bidang hukum dan politik pada zamannya menjadi sumber inspirasi tetap tegaknya negara Indonesia. Karya-karya pemikirannya tertuang dalam berbagai pidato, tulisan di surat kabar, majalah dan lebih 12 buah buku. Ini merupakan bukti jasanya di bidang pemikiran yang luar biasa, yang jika dipelajari sangat bermanfaat untuk mengatasi berbagai krisis ideologis, hukum dan politik di Indonesia saat ini maupun di masa depan.
Jika teman – teman seperjuangnya banyak menghasilkan buku dan tulisan dalam bentuk karya sastra, SM Amin banyak menulis dari sisi hukum, politik, dan pemerintahan. Ini mungkin sesuai dengan pekerjaan dan latar belakang dirinya sebagai seorang sarjana hukum.
Sebagai pengarang dan seniman, jejaknya mengalir pada anak ketiganya Siti Aida Zulaikha yang lebih dikenal dengan panggilan Aida Ismeth, istri Gubernur Kepri pertama Ismeth Abdullah dan cucunya Harris Abdullah. *)
Biografi SM Amin
Riwayat Hidup
Nama : Mr. Sutan Muhammad Amin
Nama Pena : Krueng Raba Nasution
Lahir : Lho Nga Aceh, 22 Februari 1904
Ayah : Muhammad Thaif Gelar Raja Aminuddin
Ibu : Siti Madina binti Haji Abdullah Umar
Istri : Cut Maryam binti Teuku Nyak Banta
Anak:
No | Anak | No | Menantu |
1 | Dra. Siti Ainomi, MPA | 1 | Drs. Rudy Lengkong |
2 | Siti Sofiani, SJ | 2 | Ir. Iskandarsyah Ratu Bagus |
3 | Siti Aida Zulaikha, SE, MM | 3 | Drs. Ismeth Abdullah |
4 | Achmad Riawan Amin | 4 | Dra. Mira Sri Damariati Sanusi |
Pendidikan:
No | Pendidikan | Tahun | Tempat |
1 | Europeesche Lagere School | 1919 s.d 1921 | Sabang (Aceh), Solok (Sumatera Barat(, Sibolga (Tapanuli – Sumatera Utara), dan Tanjungpinang (Kepri) |
2 | STOVIA | 1919 s.d 1921 | Jakarta |
3 | MULO | 1921 s.d 1924 | Jakarta |
4 | AMS afd B | 1924 s.d 1927 | Jogyakarta |
5 | RECHSCHOOGESCHOOL | 1927 s.d 1933 | Jakarta (memperoleh title Meester in de Rechden |
Riwayat Pekerjaan
No | Tgl/No. SK | Keputusan | Jabatan |
1 | 26 -6 – 1934 | G.C. Hindia Belanda | Advocaat en Procureur Raad Van Justice di Kutaraja, Aceh |
2 | Gunseikambu, Aceh | Direktur Sekolah Menengah Kutaraja, Aceh | |
3 | 3-1-2604No. 3 | Gunseikambu, Aceh | Simpankan (Hakim) Sigli |
4 | 28-4-2604No. 7/Pe.T.A | Ketua Badan Perlindungan Tanah Air | Anggota Badan Perlindungan Tanah Air |
5 | 13-5-2604 | Gunseikambu | Anggota DPRD Banda Aceh |
6 | 28-12-1945No.71 | Gubernur Sumatera Utara | Kepala Kehakiman Aceh (Kutaraja) |
7 | 1-1-1946 | Presiden RI | Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) |
8 | 1-4-1947 | Wakil Presiden RI | Gubernur Muda Sumatera Utara |
9 | Ketetapan Wakil Kementerian Kehakiman di Bukit Tinggi 11-2-1948 No.18/S | Wakil Kementerian Kehakiman | Anggota Mahkamah Tentara Agung dengan pangkat Jenderal Mayor Tituler |
10 | 11-2-1948No.18/S | Wakil Kementerian Kehakiman | Hakim Pengadilan Tinggi, Bukit Tinggi |
11 | 30-5-1948No.52/ACiv.48 | Presiden RI | Pengangkatan Sebagai Gubernur Sumatera Utara |
12 | 1-3-1949No.8/MK | Menteri Kehakiman | Ketua Pangganti Mahkamah Tentara Tinggi, Bukit Tinggi |
13 | 17-5-1949No.23 (PDRI) | Ketua Pemerintahan | Komisari Pemerintah Untuk Sumatera Utara |
14 | 12-2-1950No. 1454 | Menteri Dalam Negeri RIS | Anggota Panitia Peleburan Negara Sumatera Timur |
15 | 22-8-1951No.175/M/53 | Menteri Kehakiman | Advocaat Procureur Jakarta |
16 | 6-10-1953No.175/M/53 | Presiden RI | Gubernur/KDH Sumatera Utara |
17 | 20-7-1954No.31108/Kab | Menteri P.P.K | Penasehat Panitia Penyelenggaraan Bahasa Indonesia |
18 | 31-8-1946 | Menteri Dalam Negeri | Anggota Kabinet Manteri Dalam Negeri Jakarta |
19 | 31-12-1956No.UP.1/4/22 | Presiden RI | Ketua Panitia Pembagian Daerah Indonesia/Penyelenggaraaan Pemerintah Daerah |
20 | 1957 | Panitia Persiapan Propinsi Riau | Ketua |
21 | 27-2-1958 | Presiden RI | Gubernur/KDH Riau I |
22 | 22-10-1962 | Menteri Dalam Negeri | Berhenti dengan hormat (atas permintaan sendiri) dengan memperoleh hak pension |
Kegiatan Dalam Pergerakan Kebanggsaan
No | Kegiatan |
1 | Angota Jong Sumateranan dan Jong Islamieten Bon, Persatuan Pelajar Indonesia (mahasiswa) |
2 | Aktif dalam persiapan pencetusan Sumpah Pemuda Tahun 1928 bersama Prof. Moh. Yamin |
3 | Anggota “Komisi Besar Indonesia Muda” yang diberi tugas melebur perkumpulan-perkumpulan pemuda yang bersifat kedaerahan dan membentuk perkumpulan Indonesia Muda yang bersifat nasional (1930) |
Anugera Bintan Jasa
No | Jenis | Tahun | Dari |
1 | Bintang Mahaputra Jasa Utama | 10 Nopember 1998 | Presiden RI |
2 | Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama | 8 Agustus 1991 | Presiden RI diberikan atas jasa-jasanya yang besar sejak tahun 1920-1962 turut merintis kemerdekaan, meletakkan dasar, dan nilai kebangsaan serta persatuan, dan merupakan pelopor peletakkan dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahdaerah sebagai sub system dan system pemerintah RI baik eksekutif maupun legislative |
3 | Bintang Legiun Veteran RI | 13 Nopember 1991 | Pimpinan Pusat/Ketua Umum Legiun Veteran RI |
4 | Tanda Kehormatan Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan | 20 Mei 1961 | Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI (Ir. Soekarno) |