– Yang Tak Bayar Pajak dan Retribusi
BINTAN (SK) — Bupati Bintan, Ansar Ahmad mengultimatum perusahaam tambang agar segera melunasi kewajibannya, mulai pembayaran pajak, royalti, dan dana reklamasi. Jika tidak, Ansar meminta izin yang diberikan ditinjau ulang dan bisa jadi tidak akan diberi perpanjangan izin.
”Kita akan melakukan usaha preventif dalam menyelesaikan permasalahan tambang di Bintan. Bagi pengusaha yang belum bayar pajak, royalti, dan lainnya segera disurati dan ditagih,” ujarnya belum lama ini.
Ansar menegaskan bagi pengusaha yang sudah disurati hingga dilakukan sistem jemput bola tetap tidak menggubrisnya, akan dilaporkan ke tata usaha negara. Selain itu, Dana Jaminan Pengolahan Lingkungan (DPJL) di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bintan sekitar Rp 109 miliar akan tetap dijaga jika tak kunjung membayar dana reklamasi.
”Kita akan terus pantau dan kontrol pelaksanaan proses reklamasi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Bintan, Supriyono mengatakan ada beberapa perusahaan yang mengajukan izin untuk melakukan penambangan granit. Di antaranya PT Sindo Mandiri dan PT Bina Riau Jaya (BRJ). Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan belum bisa memberikan izin karena lahan yang akan digunakan dua perusahaan itu terkendala hutan lindung.
”Selain terkendala hutan lindung, dokumen yang dimiliki mereka belum lengkap,” ujarnya, saat dikonfirmasi, beberapa hari lalu.
Pengusaha tambang granit PT Sindo Mandiri mengajukan izin kembali agar bisa menambang di kampung Lipan, KM 57-58, Desa Ekang Anculai, Kecamatan Teluksebong. Walaupun perusahaan ini sebelumnya pernah beraktivitas di lokasi sama, namun dicabut izinnya pada tahun 2007, silam. Dalam mengajukan izin operasional, perusahaan itu juga mengajukan rehabilitasi atau reklamasi lingkungan. Namun sampai saat ini ia belum mendapatkan dokumen lama, dan dokumen rencana reklamasi dari perusahaan tersebut. Karena dalam memberikan izin beraktivitas kembali, Distamben harus mendapatkan dokumen lima tahunan dan dokumen per tahunnya dari perusahaan itu.
Begitu juga untuk PT BRJ yang berencana beraktivitas lagi, sampai saat ini belum mengajukan izin operasi kembali. ”Jika kedua perusahaan ini bisa menunjukan atau melengkapi semua dokumen, izin menambang akan diberikan,” ujarnya.
Selain itu, setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan reklamasi untuk menanam dengan tanaman tahunan yang bernilai tinggi. Bisa jenis akasia ataupun tanaman keras lainnya. Disesuaikan jenis dan kondisi lahan kritisnya.
Menurut Supriyono, rehabilitasi lingkungan dan reklamasi itu bisa juga dilakukan dengan cara pematangan lahan. Misalnya dengan mengolah kubangan lahan bekas tambang menjadi waduk air baku air bersih atau lahan bekas tambang menjadi perumahan.
Tim penilai terdiri dari Distamben, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Badan Penanaman Modal dan Perizinan Daerah (BPMPD) sudah turun ke lapangan, Juni lalu. Hal ini dilakukan untuk menilai seberapa luas lahan yang sudah direklamasi dan banyaknya tegakan pohon yang ditanam. Namun nyatanya, hanya ada sekitar 5-10 hektare lahan bekas tambang yang sudah direklamasi. Sedangkan luas lahan tambang keseluruhannya 25 hektare.
Sekadar diketahui, bedasarkan Peraturan Mentri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 7 Tahun 2014 sebagai acuan terbaru dalam rehabilitasi atau reklamasi lingkungan. Bagi pengusaha dalam mengajukan kembali usaha pertambangan apapun wajib melakukan rehabilitasi lingkungan yang pernah digarap dulu.
Setelah direhabilitasi baru diajukan ke Distamben untuk penilaian. Kalau dokumennya sudah sesuai dengan rehabilitasi atau reklamasinya dilapangan barulah uang dana jaminan pengelolaan lingkungan (DJPL) bisa dicairkan. (bp/SK-001)