TANJUNGPINANG (SK) — Maraknya peredaran barang ilegal bukanlah hal yang asing bagi para importir lokal yang memasok barang-barang ilegal tanpa dokumen resmi dari Bea Cukai dan pihak yang berwajib maupun tanpa label Standar Nasional Indonesia (SNI) dan telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Hal ini cukup meresahkan masyarakat sekitar Kota Tanjungpinang.
Banyaknya Pelabuhan Tikus di Kota Tanjungpinang dan kurangnya perhatian pihak-pihak yang bertanggung jawab membuat lenggang kaki para importir pemasok barang dari luar negeri semakin marak tak terdeteksi, sehingga secara tidak langsung membuat persaingan ketat antara produk luar dan produk lokal.
“Pinang (Kota Tanjungpinang,red) ni banyak pelabuhan kecilnya bang, kalau barang-barang dari luar sudah menjamur masuk ke Pinang, kadang barang yang masuk itu tak ada cukai dan tak ada SNI nya. Jadi barang itu kan barang ilegal, kalah saing lah bang dengan barang buatan lokal,” ujar Ujang (32), salah satu pekerja di Plantar 2 Tanjungpinang, Jumat, (11/03/2016).
Hal ini menurutnya, juga menguntungkan bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, dikarenakan barang-barang luaran tersebut jauh lebih murah dari pada barang buatan lokal dan memperoleh label SNI.
“Kalau untuk kayak kami (menengah kebawah, Red) harganya murah sanggup kami beli, selain kualitasnya juga boleh tahan lah. Tapi kalau buatan lokal itu bang agak mahal menurut kami, kadang untuk beli jaring ikan yang buatan lokal aja permeter udah berapa, tapi kalau yang dari luar selain oke harga nya terjangkau bang,” ungkapnya.
Selain itu, di pihak lain juga mengatakan, bahwa peredaran barang ilegal merupakan kesulitan nyata bagi pengusaha-pengusaha barang resmi yang berlabel SNI, hal ini membuat persaingan semakin ketat dan sulit, serta menurunkan minat masyarakat atas barang produk sendiri.
“Kalau barang luar terus masuk macam mana kita mau bersaing, Pemerintah suruh kita pasang barang harus SNI, tapi banyak barang tak ada SNI pun boleh jual, macam mana Pemerintah sekarang ni. Susah lah, bisa-bisa bangkrut banyak usaha,” ujar Apui (43), salah satu pengusaha di Jalan Merdeka.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan produk tempatan yang layak dan berlabel SNI, demi keselamatan konsumen, sehingga memberikan kenyamanan dan kesadaran masyarakat menjadi lebih mencintai produk sendiri.
“Ya kalau Pemerintah memperhatikan masuk barang luar yang tak ada SNI, saya yakin masyarakat juga bakal cinta produk sendiri, kan kalau tak ada label SNI kan bisa bahaya bang. Sekarang barang-barang yang kita pakai, harus selamat waktu kita pakai,” ungkapnya.
Terkait hal ini, belum ada pihak yang bertanggung jawab yang dapat di temui untuk mengkonfirmasi akan hal ini, dan semoga para pihak terkait lebih bisa memberikan kontribusi dan keselamatan konsumen dalam membeli dan memiliki barang-barang yang resmi dan berlabel SNI. (SK-SA/C)