LINGGA — Polemik izin tambang rakyat di Dabo Singkep kembali menuai sorotan. Ketua DPD KNPI Lingga, Fikrizal, menegaskan bahwa Pemkab Lingga tak boleh lagi bersikap pasif menghadapi lambannya legalisasi Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
“Pemkab harus jemput bola, bukan cuma nunggu bola. Kalau terus pasif, rakyat yang jadi korban. Kondisi sosial-ekonomi sekarang sudah di titik rawan,” ujar Fikrizal, Selasa (16/9/2025).
Sejak 1992, penambang kecil di Dabo Singkep menggali timah dengan status ilegal. Aktivitas itu berjalan seperti rumah tangga tanpa akta nikah: tetap berlangsung, tetapi penuh rasa was-was.
Padahal, tambang rakyat diyakini bisa menjadi motor penggerak ekonomi daerah jika dikelola dengan legal, transparan, dan berkelanjutan.
Nada serupa juga dilontarkan Ketua SAPMA PP Lingga, Muhammad Ilham, yang menyoroti lambannya proses peralihan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) ke IPR.
“Kalau ini terus dibiarkan, rakyatlah yang jadi tumbal. Menambang sudah jadi mata pencaharian turun-temurun. Pemerintah jangan cuma lihai bikin seminar dan rapat koordinasi, tapi nol besar soal izin tambang rakyat,” tegas Ilham.
Sementara itu, Ketua F-SPSI NIBA Lingga menambahkan, kepastian hukum adalah harga mati.
“Izin itu bukan sekadar selembar kertas. Itu nyawa ekonomi rakyat,” ujarnya.
Meski sorotan terus datang, Bupati Lingga dalam dialog publik pekan lalu hanya menyebut bahwa proses administrasi masih berjalan. Jawaban tersebut dinilai publik terlalu klise dan jauh dari harapan.
Kini, masyarakat penambang masih menanti langkah konkret pemerintah. Mereka butuh kepastian hukum, bukan sekadar janji. ***