TANJUNG PINANG – Fenomena kotak kosong dalam Pilkada 2024 menarik perhatian banyak pihak, termasuk pengamat politik yang melihatnya sebagai respon dari masyarakat terhadap dinamika politik yang diduga mengesampingkan demokrasi. Banyak daerah justru bersemangat untuk memenangkan kotak kosong sebagai bentuk protes terhadap elit politik yang dianggap hanya berusaha mempertahankan kekuasaan.
Zamzami A Karim, pengajar politik di STISIPOL Raja Haji dan pengamat politik, menjelaskan bahwa dukungan terhadap kotak kosong dalam Pilkada akan bervariasi tergantung pada beberapa faktor. Menurutnya, ada tiga hal utama yang mempengaruhi efektivitas gerakan tersebut.
“Pertama, hal ini bergantung pada tingkat kesadaran politik warga. Apakah masyarakat sudah memiliki kesadaran politik yang matang atau belum?” ujar Zamzami, Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), Rabu (9/10/2024). Menurutnya, masyarakat dengan kesadaran politik matang cenderung lebih kritis dan rasional dalam memilih.
Kedua, kekuatan ketokohan calon menjadi faktor penting. Semakin kuat tokoh yang maju sebagai calon, semakin kecil peluang kotak kosong mendapat dukungan. “Ketokohan calon bisa menarik simpati dan dukungan rakyat, sehingga kotak kosong akan kurang efektif,” jelasnya.
Faktor ketiga, menurut Zamzami, adalah ikatan ideologis antara warga dengan partai politik di daerah. Semakin kuat ikatan tersebut, semakin mudah bagi tokoh-tokoh partai mengarahkan pilihan masyarakat. Namun, jika ikatan itu lemah, maka peluang kotak kosong untuk menang akan lebih besar karena massa mengambang lebih rentan memilih alternatif.
Di akhir pembicaraan, Zamzami menekankan bahwa fenomena kotak kosong ini disebabkan oleh berbagai faktor lain yang memerlukan penelitian lebih lanjut di masing-masing daerah. “Untuk mengetahui kondisi riil, survei mendalam perlu dilakukan,” pungkasnya. ***