Oleh Muryadi Aguspriawan
BATAM – Kota Batam, yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau, memiliki luas wilayah daratan sebesar 715 km², dengan total luas wilayah mencapai 1.575 km². Meski mengalami perkembangan pesat, Batam menghadapi tantangan besar terkait kerusakan lingkungan, terutama hutan. Batam bahkan disebut sebagai wilayah dengan kerusakan hutan terbesar di Kepulauan Riau.
Pembangunan signifikan di Batam sering kali dianggap mengorbankan lingkungan, mengesampingkan prinsip ekologi. Hal ini tercermin dari data yang dirilis Ombudsman pada tahun 2022. Penting bagi pemerintah dan birokrasi untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dan mengambil kebijakan yang tidak asal-asalan serta berdampak negatif pada masyarakat.
Seorang pemimpin ideal, menurut teori Eduard Douwes Dekker atau “Multatuli”, harus memahami konteks teoritis Multatuli. Seorang politisi atau pemimpin yang tidak memahami prinsip-prinsip ini dianggap kurang kompeten.
Dalam konteks pembangunan Batam, infrastruktur telah dibangun tanpa mempertimbangkan prinsip ekologis. Sudah saatnya kita sadar dan menggunakan metodologi pengetahuan untuk mengatasi masalah lingkungan daripada menjadi apatis.
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 pada 27 November 2024, calon pemimpin Batam harus memiliki pemahaman mendalam mengenai masalah kompleks kota ini. Masyarakat, terutama pemilih pemula, harus lebih cerdas dalam memilih pemimpin yang memiliki visi dan misi jelas untuk mengatasi isu-isu seperti pengangguran, perdagangan manusia, dan kerusakan lingkungan.
Mahatma Gandhi dalam tulisannya menyatakan, “Bumi cukup menyediakan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk keserakahan setiap orang.” Kutipan ini relevan untuk menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan konservasi lingkungan di Batam. Mari kita kawal isu lingkungan agar menjadi prioritas utama dalam visi misi para calon pemimpin, sehingga janji-janji yang diutarakan bukan sekadar janji, melainkan bukti nyata dalam menyelesaikan masalah kompleks ini. ***
(Penulis adalah Ketua BEM UNRIKA)