BATAM (SK) — Rumah liar atau Ruli, tidak asing lagi terdengar bagi warga Batam. Baik warga, yang baru tinggal di Batam, maupun warga, yang sudah berpuluh tahun lamanya tinggal di Batam. Bukan saja para warga Batam yang tahu betul masalah Ruli, tapi juga para pejabat Otorita Batam atau OB.
Pejabat Otorita Batam atau OB, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Badan Pengusahaan Kawasan – Batam atau BP-Batam, sudahlah pasti paham betul tentang masalah Ruli di Batam. Namun mengapa, permasalahan rumah liar tidak juga bisa terselesaikan.
Yang ada justru Ruli semakin menjamur saja di Batam, berdiri di mana-mana, hingga ke sudut-sudut Kota Batam. Dan hal ini bukanlah semata kesalahan warga yang mendirikan ruli. Namun juga kesalahan total BP-Batam. BP-Batam tidak pernah menangani masalah Ruli dengan serius.
“Sebetulnya, kalau BP-Batam serius dalam menangani masalah Ruli, mungkin Batam bisa bebas dari ruli. Sudah bertahun-tahun BP-Batam berdiri, tidak juga bisa mengatasi masalah Ruli,” ungkap Asih, seorang pekerja PT di Kawasan Industri Batamindo – Mukakuning, asal Jawa Tengah.
Dicontohkan selanjutnya oleh Asih, masalah penggusuran Tangkapan Dam Duriangkang yang dikatakannya sarat dengan permainan. Awalnya semua warga, baik warga yang kos rumah, maupun warga si pemilik rumah, semuanya bakalan dapat rumah.
Bagi warga yang kos, dipindahkan ke rumah kos, yang namanya Rumah Sewa Murah atau RSM. Dan bagi para pemilik rumah, mendapatkan Kapling Siap Bangun – Plus atau KSB – Plus (Kapling yang sudah ada dinding samping kanan kirinya, dan depan belakang tidak berdinding).
Itulah Pemukiman yang disebut Pemukiman Bida Ayu, yang hingga saat ini belum begitu jelas statusnya. Dimana konon kabarnya, Bida Ayu inilah, Perumahan Rakyat yang diprogramkan oleh Menteri Perumahan Rakyat, jamannya Erna Witoelar, sebagai Percontohan Nasional.
“Warga di kasih kapling kosong, tapi belum lagi warga membangun sudah di tarik, kongkalikong antek-antek OB dengan Oknum Pejabat atau orang dalam OB bagian Kapling. Dialihkan ke yang lain. Di jual. Ditimpa-timpa nama, berlindung dibalik aturan yang mereka buat sendiri. Rumah di Batam mahal, akhirnya warga bikin ruli lagi deh. Begitu terus,” jelas Asih selanjutnya. (SK-Nda)