BATAM — Upaya penolakan terhadap pengembangan Rempang Eco-City masih dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat Rempang, Kota Batam. Penolakan tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan di berbagai lokasi di Pulau Rempang. Terbaru, masyarakat yang menolak melakukan aksi di tengah kegiatan pawai takbir di Lapangan Sepak Bola Muhamad Musa, Kampung Sembulang, Kota Batam, Minggu (16/6/2024) lalu.
Kabiro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait (Tuty), menyebutkan adanya narasi bahwa malam pawai takbir tersebut adalah malam penolakan seribuan warga dari semua penjuru Pulau Rempang. Namun, dari berbagai informasi yang dihimpun BP Batam, aksi penolakan yang dibalut dengan pawai takbir tersebut diikuti oleh 150 hingga 180 warga dari Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Sembulang Pasir Merah, Sembulang Camping, dan Pasir Panjang.
“Untuk yang melakukan penolakan malam itu tidak sebanyak yang diberitakan. Kelompok yang melakukan penolakan itu merupakan kelompok yang sudah dari awal menolak adanya Rempang Eco City ini,” ujar Tuty, Rabu (19/6/2024).
Tuty menjelaskan, BP Batam terus berkomitmen untuk merealisasikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City ini. Terhadap pihak-pihak yang melakukan penolakan, BP Batam terus berupaya untuk melakukan pendekatan humanis guna menjaga stabilitas keamanan di Kawasan Rempang. Ia menegaskan, dalam pengembangan Kawasan Rempang, pihaknya akan melibatkan masyarakat setempat, tokoh masyarakat, serta organisasi-organisasi kemasyarakatan.
“Kami berharap situasi kondusif di Rempang dapat terus terjaga demi kelancaran investasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Sebagai hasil dari upaya pendekatan yang persuasif dan humanis, hingga Rabu (19/6/2024), sudah terdapat 115 Kepala Keluarga (KK) asal Rempang yang sudah bergeser ke hunian sementara. Sementara itu, jumlah warga yang setuju dan sudah mendaftar untuk direlokasi berjumlah 386 KK.
Kepada 115 KK yang sudah pindah ke hunian sementara, diberikan santunan berupa biaya hidup sebesar Rp 1,2 juta per jiwa setiap bulan. Biaya hidup tersebut diberikan selama 12 bulan sejak masyarakat menghuni hunian sementara. Selain biaya hidup, masyarakat juga diberikan biaya sewa rumah sebesar Rp 1,2 juta per bulan untuk setiap kepala keluarga, yang juga diberikan selama 12 bulan.
Ketika tiba di rumah sementara, masyarakat juga diberikan bantuan berupa paket sembako, fasilitas mobilisasi barang secara gratis dari rumah asal ke rumah sewa dan kembali lagi ke permukiman di Tanjung Banun. Termasuk juga, kepastian anak-anak warga yang terdampak untuk ditampung di sekolah terdekat dari hunian sementara serta tersedianya layanan kesehatan apabila diperlukan.
“Sesuai arahan Kepala BP Batam sejak awal, pendekatan humanis merupakan komitmen kami untuk melakukan sosialisasi dan pendataan terhadap warga,” pungkas Tuty. ***
(Darsih)