BATAM – Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kajati Kepri), Teguh Subroto, SH, MH, secara tegas mengkritik putusan Pengadilan Negeri (PN) Batam yang mengabulkan gugatan perdata Ocean Mark Shipping Inc (OMS) atas Kapal MT Arman 114 dan muatan minyak mentahnya. Menurutnya, majelis hakim telah keliru, khilaf, dan salah dalam menerapkan hukum, sehingga menghasilkan putusan yang mencederai rasa keadilan.
“Hakim telah keliru, khilaf dan salah dalam menerapkan suatu hukum. Karena itu, kami telah menyatakan banding pada tanggal 4 Juni 2025,” ujar Kajati Kepri, Jumat (7/6/2025).
Putusan kontroversial tersebut muncul setelah sebelumnya PN Batam juga memutus perkara pidana terhadap kapal berbendera Iran itu, dan menyatakan perampasan Kapal MT Arman 114 beserta muatan 166.975,36 metrik ton light crude oil untuk negara, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Kajati Kepri menyoroti kontradiksi tajam antara putusan pidana dan perdata yang dikeluarkan oleh pengadilan yang sama. Ia menilai hal ini bisa menciptakan preseden buruk, merusak sistem hukum, dan mengaburkan kepastian hukum di Indonesia.
“Putusan ini mencerminkan ketidakkonsistenan dalam sistem peradilan. Ini bukan hanya soal perbedaan pendapat hukum, tapi soal menegakkan keadilan yang sejalan dengan asas kepastian dan kemanfaatan,” tegas Teguh.
Dengan menyatakan banding, Kejaksaan berharap Pengadilan Tinggi dapat mengoreksi putusan PN Batam dan mengembalikan keadilan pada tempatnya.
“Kami yakin hukum dan keadilan akan menjadi panglima. Pengadilan Tinggi memiliki tanggung jawab besar untuk menilai secara jernih dan objektif,” tambahnya.
Teguh juga menyinggung pentingnya menjaga integritas hakim dalam menangani perkara besar yang menyangkut kepentingan publik dan kedaulatan negara.
Ia menyebut bahwa komitmen terhadap nilai keadilan tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pihak tertentu.
“Jika memang ada kekhilafan atau kekeliruan, sistem pengadilan harus mampu memperbaikinya. Jangan sampai putusan seperti ini membuka celah bagi manipulasi hukum oleh pelaku kejahatan korporasi internasional,” ujarnya.
Gugatan perdata OMS terhadap Kejaksaan muncul pasca putusan pidana terhadap terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, yang menyatakan kapal dan muatannya disita untuk negara.
Namun, OMS dalam gugatan perdatanya mengklaim sebagai pemilik sah kapal dan menuntut pengembalian.
Gugatan tersebut dikabulkan oleh PN Batam dalam putusan tanggal 2 Juni 2025, yang kini mendapat kecaman luas dari kalangan akademisi dan penegak hukum.
Kajati Kepri menegaskan bahwa Kejaksaan tidak akan tinggal diam dalam menyikapi putusan yang dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan dan supremasi hukum.
Ia berkomitmen untuk terus memperjuangkan kepentingan negara dan kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.
“Kita harus menjaga agar lembaga peradilan tetap menjadi benteng terakhir keadilan, bukan arena kekeliruan yang terus dibiarkan,” pungkas Teguh. ***