GESER UNTUK BACA BERITA
HEADLINEHUKRIMKEPRI

Kasus Lik Khai, Mahasiswa Desak Polda Kepri Bersikap Tegas dan Transparan!

×

Kasus Lik Khai, Mahasiswa Desak Polda Kepri Bersikap Tegas dan Transparan!

Sebarkan artikel ini
Aliansi Mahasiswa Hukum Batam saat melaporkan anggota DPRD Kepri, Lik Khai, ke Polda Kepri
Aliansi Mahasiswa Hukum Batam saat melaporkan anggota DPRD Kepri, Lik Khai, ke Polda Kepri. (Foto : Ist)

BATAM – Mahasiswa hukum dari dua kampus di Kota Batam, yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Hukum Batam, secara resmi melaporkan Anggota DPRD Kepri, Lik Khai, ke Polda Kepri, Kamis (10/4/2025). Laporan ini terkait dugaan keterlibatan dalam penimbunan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berlokasi di Batam dan dinilai telah merusak lingkungan.

Perwakilan aliansi, Jamaludin dari Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), menyebut laporan tersebut sebagai bentuk gerakan moral dan respons atas pemberitaan media serta pengakuan operator alat berat yang menyatakan bahwa instruksi penimbunan berasal langsung dari Lik Khai.

GESER UNTUK BACA BERITA
GESER UNTUK BACA BERITA

“Ada indikasi kuat bahwa aktivitas itu bukan normalisasi, melainkan penimbunan. Bahkan menurut pengakuan operator, perintah langsung datang dari yang bersangkutan,” tegas Jamaludin.

Mahasiswa mengutip Pasal 55 Ayat 1 KUHP sebagai dasar hukum laporan. Pasal tersebut menyebut bahwa orang yang memberi perintah dapat dipidana sama dengan pelaku utama, sebuah doktrin hukum yang dikenal sebagai doen pleger.

“Ini bukan hanya soal siapa yang pegang alat, tapi siapa yang menggerakkan. Itu juga bisa dijerat hukum,” tegas Jamaludin.

Meski telah menyerahkan dokumen berupa Legal Opinion (LO) ke SPKT Polda Kepri, aliansi mengaku belum menerima tanda bukti pelaporan. Mereka berencana kembali ke Polda untuk menindaklanjuti secara administratif dan memastikan laporan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Mahasiswa dari Universitas Putera Batam (UPB), Hidayatudin, mendesak Polda Kepri agar transparan dan tidak melakukan diskriminasi dalam penanganan kasus ini. Ia menekankan prinsip equality before the law sebagai fondasi keadilan.

“Kami ingin penegakan hukum yang adil dan transparan. Siapa pun yang bersalah harus bertanggung jawab, tidak peduli jabatannya,” kata Hidayatudin.

Menanggapi klaim pihak Lik Khai yang menyebut kegiatan tersebut adalah normalisasi, bukan penimbunan, mahasiswa menantang pembuktian di lapangan.

“Kalau itu normalisasi, kenapa lebar sungai dari 25 meter jadi tinggal 5 meter? Bukankah itu bukti nyata penimbunan?” ucap Jamaludin, mengutip Pasal 69 ayat 1 UU No. 26 Tahun 2007 yang melarang gangguan terhadap tata air.

Aliansi menyatakan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, sekaligus membuka ruang kolaborasi dengan LSM dan lembaga lingkungan hidup untuk menyoroti isu-isu serupa ke depan.

“Ini bukan sekadar laporan, ini panggilan moral bagi kami untuk menjaga lingkungan dan menegakkan hukum,” tutup Hidayatudin. ***

banner 200x200